Monday, October 8, 2012

Pancake Istimewa Buatanmu


Aku duduk di kursi tinggi di dapur apartemenmu pagi itu. Menyaksikan ritualmu membuatkan pancake favoritku untuk sarapan setiap aku singgah di kediamanmu. Kamu tampak seksi saat menuangkan tepung terigu, garam, dan susu cair ke dalam wadah plastik. Juga saat dengan cekatan kamu menceraikan kuning telur dari putihnya dan mempertemukan bulatan itu pada adonan tadi di dalam wadah putih. Sambil mengocok putih telur di sebuah baskom, matamu menatapku mesra dan sudut bibirmu terangkat ke atas. Senyum termanis yang kuterima pagi ini.

“Kalau memasak kue itu perasaan hatinya harus lagi seneng, biar adonannya juga tercampur pas. Kayak pagi ini suasana hatiku lagi gembira, karena ada kamu!” dengan cepat dan tak terduga kamu menowel ujung hidungku usil. Setitik tepung terigu yang tak terpakai kini berada di atas hidung tak mancungku ini. Aku memberengut kesal sambil membersihkannya dengan tanganku.

“Masak aja yang bener, nggak usah ngegombal gitu. Laper, nih!” seruku pura-pura marah. Kamu tertawa lagi. Putih telur yang sudah terkocok hingga kaku lantas berpadu dengan adonan tepung terigu dan kawanannya yang telah lebih dulu kau campur rata. Kamu melanjutkan ritualmu sambil bersenandung lucu. Lagu anak-anak yang rasanya nggak nyambung untuk dinyanyikan oleh pria seusiamu. Namun tak urung aku tertawa juga mendengarnya.

Aku punya anjing kecil,
Kuberi nama Helly ..
Dia senang bermain-main,,
Sambil berlari-lari..
Helly !
 [Guk .. Guk .. Guk !!]
Kemari ! 
[Guk .. Guk .. Guk !!]
Ayo lari.. lariii…

Di setiap bagian kata ‘Helly’ dan ‘Kemari’, kamu akan menyodorkan alat pengaduk adonan kepadaku, seolah sedang menyodorkan microphone, dan aku akan spontan menirukan suara anjing yang dipanggil ‘Helly’. Sial, aku dikerjain! :D

Dan sekarang tiba waktunya pada momen yang istimewa dalam membuat pancake ini, momen yang kusukai karena semakin menunjukkan keahlian memasakmu: memasak adonan di atas wajan teflon yang telah dipanaskan dan diolesi margarin. Kenapa aku menyukainya? Karena caramu menuangkan adonan dengan sabar mengingatkanku pada kenapa aku jatuh cinta padamu. Sedikit demi sedikit kamu memberikan perhatian yang membuatku merasa disayangi. Dengan telaten kamu menunggu adonan itu untuk beberapa saat, hingga pencampuran tepung terigu-telur-garam-susu cair itu tampak berpori di permukaan dan pinggirannya sedikit mengeras. Setelaten itu pula kamu menunggui aku menerima segala bentuk rasa sayang yang kau curahkan hingga aku setuju menjalin hubungan ini. Lebih dari pertemanan biasa.

Kini di hadapanku terhidang dua pancake yang telah matang. Aroma pancake yang masih panas berkelebat dan terasa nyaman di hidung, mengingatkan pada masa kecil saat ibuku dulu sering membuatkanku kue pukis. Kau tumpang tindih dua pancake itu di atas piring serupa daun, lalu dengan gerakan slow motion seolah hendak menggodaku, kau tuangkan susu kental manis rasa cokelat mengelilingi pancake itu. Aku menelan air liurku sendiri, tak sabar hendak mencicipinya. Dengan cepat kuraih garpu di sebelah kanan piring, namun tanganmu menahanku.

“Eits, tunggu dulu, kau melupakan sesuatu?” kerlingmu. Aku memicingkan mataku, mencoba menerka. Apalagi yang kurang? Dasar usil, nggak lihat apa ini air liur hampir menetes?

Kamu beranjak menuju kulkas di belakangmu, mengambil sesuatu. Ah, dua. Kamu mengambil dua butir stroberi kecil yang masih tampak segar. Dengan cekatan kamu membelah buah merah itu dan meletakkannya di atas pancake cokelatku. Hanya untukku.


Photo credit: Donal (@monyetterbang)

“Silakan, nona.. ‘Pancake Strawberry Lips’ spesial untuk sarapan anda. Dimasak khusus oleh seorang chef yang sangat mencintai anda.” Aku mendelik mendengar gombalanmu, padahal diam-diam hatiku tersanjung.

Kupotong pancake itu dengan garpu, dengan khidmat menyuapkan potongan kecil itu ke dalam mulutku. Mengunyahnya pelan-pelan. Membiarkan gigi dan lidahku mengecap makanan yang telah kusaksikan sendiri cara pembuatannya itu. Teksturnya lembut, namun sekaligus kuat. Lembut yang tidak lembek. Terasa pas. Seperti kecupan pertama yang kamu berikan di pipi saat kita jadian dulu. Lembut, namun kuat membekas di memoriku. Aku tersenyum lebar. Kamu memandangku penuh harap. Ini bukan kali pertama kamu membuatkan pancake untukku, namun kamu selalu penasaran apa yang akan kuucapkan tentang hidangan yang kamu sajikan itu. Aku masih diam, sengaja membuatmu menunggu. Kali ini kutusukkan garpuku pada potongan kecil pancake yang terlumur cokelat, sekaligus mencucukkan ujung-ujung garpu pada buah stroberi yang terjatuh.

Kres! Lidahku menemui perpaduan rasa manis-asam menjadi satu, segar sekali. Aku tertawa melihatmu menyilangkan tangan di dada. Masih menunggu komentarku.

“Kamu tahu apa yang membuat pancake ini istimewa?”

Kamu tersenyum penuh percaya diri. “Aku?” jari telunjuk kananmu kau sentuhkan ke dada.

“Bukan, piringnya, aku suka warna hijau. Haha!”
Kita tergelak bersama.
. . . . .

empat ratus lima puluh tiga hari setelahnya

Aku melihatmu duduk dengan murung. Di kedai pancake yang saat itu terlihat cukup ramai. ‘Mr. Delicious Pancake’, adalah tempat yang berhasil kamu dirikan dengan kerja kerasmu. Kamu terlihat begitu gembira dengan pencapaian ini. Apalagi aku. Aku pun tak sabar ingin melihat kamu berbicara sepatah dua patah kata di hari peresmian kedai pancake dengan dekorasi warna hijau tosca ini. Warna yang kau pilih karena aku menyukainya.

Sudah kusiapkan gaun termanis yang kumiliki. Merias diriku dengan cantik namun tak berlebihan, dan mobil pun telah dipanaskan dan siap untuk dikendarai. Siapa yang menyangka kali itu hujan akan turus dengan deras? Siapa yang menyangka ada saja orang bodoh yang menyetir dalam keadaan mabuk? Aku membanting setir ke kanan, berusaha menghindari tabrakan, namun terlambat. Mobilku terguling dan aku dilarikan ke Rumah Sakit. Ragaku tak terselamatkan karena benturan keras di kepalaku dan kehilangan banyak darah …

Satu setengah tahun berlalu setelah kejadian itu. Aku mengabdikan diri untuk menjadi penjagamu yang tak kasatmata. Melihatmu setiap hari berjuang untuk mengatasi kesedihan akan kepergianku. Melihatmu setiap pagi membuat pancake persis seperti favoritku. Lalu memakannya sendiri dengan pandangan kosong. Kelak, kamu akan tahu kalau aku nggak pernah pergi. Kamu akan tahu kalau hidangan di surga tak ada yang seistimewa pancake cokelat-stroberi buatanmu. Itu semua karena satu alasan sederhana: tak ada yang mencintaiku di surga, setepat kamu melakukannya untukku. :)

Dinoy

Thanks Donal (@monyetterbang) foto ‘Pancake Strawberry Lips’ nya udah jadi ide buat cerita ini, juga keterangan singkat tentang cara memasak pancake. Sukses ya kak, kafe pancake-nya .. :D