Sunday, August 21, 2011

Resensi Heart Block-novel by Okke 'Sepatu Merah'

Ini kali kedua saya membaca novel milik Okke (Sepatu Merah), yang pertama berjudul 'Indonesian Idle', cerita tentang Diandra si kutu loncat, cewek cuek yang menganggap simple hidupnya di Jakarta. Kali ini tokoh sentral di Heart Block diberi nama Senja, yang menurut saya karakternya hampir sama dengan Diandra: cewek cuek dan cenderung asal-asalan (saya mulai menduga bahwa ini adalah karakter si penulis sendiri^^). Heart Block mengangkat isu tentang Writters' Block: Masalah yang dihadapi para penulis saat mengalami kebuntuan ide sementara deadline di depan mata. 

Cerita diawali dengan Senja yang memengangkan penghargaan 'Pendatang Baru Terbaik' di Festival Penulis Indonesia untuk karyanya yang berjudul 'Omnibus'. Beban dirasakan Senja sejak memperoleh penghargaan tersebut, beban untuk bisa menghasilkan karya yang lebih 'wah' dari Omnibus. Tekanan semakin meningkat saat Senja mengikuti pelatihan di 'Sekolah Menulis Kreatif' sebagai hadiah untuk semua nominee Pendatang Baru Terbaik. Di pelatihan ini, nantinya akan dipilih satu orang yang karya nya bakal diterbitkan oleh Penerbit kelas kakap. Sayangnya, karya Senja bukanlah yang terpilih. Menjadi pemenang di festival ternyata bukan jaminan jalannya sebagai penulis akan mulus.... 

Disinilah kemudian Tasya hadir sebagai 'pahlawan' bagi Senja. Tasya adalah kakak tiri Senja yang memiliki pergaulan luas di Jakarta. Karena Tasya, Senja tak perlu menganggur terlalu lama sebagai penulis. Proyek demi proyek berdatangan bagi Senja, namun tak satupun dari proyek menulis itu yang murni berdasarkan ide dan inspirasi dari Senja sendiri. Sebut saja proyek menulis teenlit yang ujung-ujung nya mengiklankan brand sepatu, atau proyek adaptasi skenario film. Kritik demi kritik berdatangan pada Senja, dari para penggemar Omnibus. Semua membandingkan Omnibus dengan karya-karya terbaru Senja yang dibilang terlalu biasa dan tak sebanding dengan Omnibus. Tasya yang tadinya adalah pahlawan bagi Senja, berubah menjadi manusia maha ganggu. Di tangan Tasya, profesi penulis yang seharusnya lebih punya banyak waktu untuk mencari inspirasi dan menulis, malah tak ubahnya artis kapiran yang haus publisitas dan harus ikut road show di sana sini. Senja sebal bukan main, puncaknya saat Tasya sering tanpa ijin menyetujui order pekerjaan untuknya, termasuk proyek menulis dalam 40 hari. 

Di puncak kekesalannya, Senja memutuskan untuk pergi berlibur ke Ubud, Bali, dengan harapan disana ia akan lebih fokus mencari ide dan menulis. Keputusan ini memang tidak sia-sia, karena banyak kejutan yang ia dapat selama disana, dan kejutan itu bermuara pada satu nama: Genta. Genta yang keren, Genta yang asyik, Genta yang pelukis. Genta yang 'lancang' mencium bibir Senja, tapi justru Genta yang menimbulkan efek candu bagi Senja. Dengan kehadiran Genta, ide demi ide berdatangan bagi Senja. Tapi karena Genta juga, Senja mengaburkan logika nya dan membiarkan dirinya larut dalam perasaan, ah, apa namanya, Cinta ?? Mungkin saja, Senja nggak mau ambil pusing, yang penting dia bisa merasa bebas bersama Genta. 

Jujur di awal membaca novel ini, saya merasa penulis agak maksa dengan konsep Writers' block. Setahu saya, writers' block seharusnya dialami oleh penulis yang sudah profesional yang sudah menghasilkan banyak karya, bukannya penulis pendatang baru. Tapi ternyata Okke sengaja membahas dari sudut pandang yang berbeda, tentang penulis baru yang masih kaya akan idealisme, yang ternyata harus menerima kenyataan kalau dunia nya nggak semudah itu. Penggambaran konflik nya cukup simple tapi oke. Dengan rating 3 dari 5, saya rasa novel ini juga layak untuk dinikmati.. ^^

~dinoy~

tentang Perahu Kertas - novel by Dewi Lestari




Jalan yang berputar. Itu adalah judul bab pembuka dari novel setebal 440 halaman ini. Saya adalah penggemar karya-karya Dee. Dari Supernova-Ksatria, Puteri, dan Bintang Jatuh sampai buku terbarunya, Madre, saya hanya melewatkan Filosofi Kopi (next time sure i'll read that). Di setiap bukunya, Dee selalu meracik ramuan istimewa tentang makna hidup dan seringnya dibungkus dalam kisah yang tak biasa. Sebut saja, Supernova-Ksatria, Puteri, dan Bintang Jatuh, tentang kisah wanita yang sudah bersuami, jatuh cinta kepada pria lain. Atau Supernova-Petir, tentang kehidupan Elektra si gadis setrum. Tapi di Perahu Kertas ini, Dee tampak membumi dengan menampilkan genre cerita kehidupan anak kampus yang berusaha menggapai passion nya dengan jalan yang berputar. 

Mungkin ceritanya sekilas standar saja, ada Keenan yang berjiwa pelukis tapi diharuskan kuliah Manajemen oleh ayahnya, dan Kugy yang bercita-cita ingin menjadi penulis dongeng anak tapi malah sibuk mencari pembuktian lewat menulis cerpen cinta. Tentang anak-anak muda yang mempertanyakan hasrat mereka sendiri lewat jalan hidup yang seolah nggak nyambung, rasanya tema itu bukan pertama kalinya diangkat dalam sebuah cerita. Tapi bukan Dee namanya kalau nggak mengemas konflik dengan apik. Di tangan Dee, cerita tentang remaja dan cita-citanya menjadi isu yang maha penting. Tergambar dari perjuangan Keenan untuk terus melukis dan membuktikan pada ayahnya kalau hasil karya nya bisa laku juga. Kepercayaan diri membumbung pada diri Keenan saat Wanda mengabarkan beberapa lukisan Keenan yang dipamerkan di galeri untuk pertama kalinya, laku terjual semuanya. Saat itulah darah muda Keenan berdesir dan merasa ia bisa mematahkan pandangan remeh ayahnya. Keenan langsung ambil keputusan untuk meninggalkan bangku kuliah dan fokus pada hasratnya untuk menjadi seorang pelukis profesional. Keenan nggak tahu bahwa apa yang ia putuskan justru membawanya pada jalan yang lebih berliku: Hubungan dengan keluarganya merenggang, ia tak lagi sedekat dulu dengan sahabat-sahabatnya, pun ia kehilangan Kugy yang diam-diam sangat disayanginya. 

Kugy, gambaran seorang gadis yang penuh bara semangat, namun diam-diam menyimpan keraguan akan mimpinya sendiri. Tidak seperti Keenan, Kugy memiliki keluarga yang tidak perlu memaksakan pilihan atas jalan hidupnya. Namun Kugy tetap resah, ia merasa perlu meneguhkan dirinya sendiri akan passion nya. Meski tetap berada di jalur menulis, tapi Kugy bukan menulis tentang dongeng anak-anak, tapi tentang yang lain. Tulisan-tulisan yang ia buat dan dipublikasikan, tidak menggambarkan dirinya sendiri, Keenan yang menilai itu dari cerpen Kugy yang dimuat di majalah. Di saat Kugy memiliki celah untuk melakukan apa yang berarti bagi hidupnya dan orang sekitarnya, ternyata itu harus mengorbankan hubungan nya dengan Ojos, pria yang dipacarinya bertahun-tahun. Kugy lebih memilih berada bersama Pasukan Alit nya (anak-anak kecil yang ia ajar bersama teman-teman nya), daripada menggubris ajakan Ojos untuk berlibur. 

Di novel ini kita disadarkan bahwa kebahagiaan yang kita inginkan ternyata mau tak mau harus bersinggungan dengan kebahagiaan orang lain juga. Untuk menjadi diri sendiri pun seolah kita harus menempuh jalan yang berputar dan menjadi pribadi yang bukan diri kita. Untuk mendapatkan cinta sejati yang jelas-jelas di depan mata, kita juga harus mengalami kisah percintaan dengan orang lain dan menemukan refleksi disana, sebelum akhirnya kembali pada kekasih yang sesungguhnya. Always loves Dee's writing. Tiga kata tentang novel ini: Tebal. Ringan. Bermakna. :)

"Jadi... kamu ingin menjadi sesuatu yang bukan diri kamu dulu, untuk akhirnya menjadi diri kamu yang asli, begitu? " (Keenan. page 37)

~dinoy~



corat-coret tentang 'Khokkiri'-novel by Lia Indra Andriana



Judul novel terbaru Lia kali ini hanya terdiri dari satu kata, sama seperti novel sebelum ini:Seoulmate. Kali ini kata yg dipilih Lia adalah 'Khokkiri'. Dalam bahasa Korea, Khokkiri berarti 'Gajah'. Kenapa mesti pake bahasa Korea? Karena novel in kental dengan unsur Korea. Dan sepertinya Lia akan konsisten untuk menuliskan cerita yang bernuansa Korea, sesuai dengan kecintaannya terhadap budaya negeri ginseng tersebut. Ya saya sih asyik-asyik aja,selama yang dibahas dari sudut pandang yang berbeda. Dan eh, kenapa Gajah? Apa Lia sudah melebarkan sayapnya dengan menulis cerita tentang fabel (cerita binatang) ?? Ah, bukan.. bukan....

Di novel ini penulis memaparkan fakta bahwa gajah adalah binatang yang memiliki ingatan yang kuat: 'Gajah selalu ingat', itu salah satu kalimat yang tertulis didalamnya. Jujur saya juga baru tahu tentang fakta itu, dan waktu iseng-iseng googling ternyata memang benar: Tengkorak gajah yang besar dan kuat, berisi otak yang sangat cerdas. Oleh karena itu, gajah mempunyai ingatan yang sangat baik dan jarang melupakan perintah-perintah yang diajarkan. Seekor gajah mampu mengingat 25 perintah atau aba-aba. Oleh karena daya ingat gajah, seorang novelist terkenal Agatha Christie membuat novel yang berjudul 'Elephants can remember' di th. 1972 (sumber: Wikipedia). I dont know 'bout other author who wrote about the elephant and its strong memorized, tapi kalau benar belum ada setelah Agatha Christie, wah keren juga nih si Lia :) 

Dan tentang gajah yang selalu ingat ini pula yang menjadi simbol untuk kisah yang lebih mendalam atas nama: kenangan. Cerita dimulai dengan kehadiran Adriel (atau Ji Ho dalam nama Korea nya), seorang pemuda Korea yang bekerja di Indonesia, yang kemudian jatuh hati pada staf nya di kantor yaitu Becca, seorang gadis yang umurnya lebih tua beberapa tahun dari Adriel. Kisah mereka dimulai dari percakapan di sebuah blog milik Becca, saat Becca tak sadar bahwa curhatan-curhatannya tentang Adriel ternyata dibaca dan ditanggapi sendiri oleh Adriel. Kisah yang sepertinya tidak apa-apa, wajar terjadi antara dua insan, sewajar kisah cinta antara Richard dan Della. Richard adalah kakak tiri Adriel, Richard adalah gambaran pria dewasa berumur tiga puluh tahunan dengan profesi sebagai dokter. Richard begitu mencintai Della, seorang gadis dengan kepribadian yang kuat dan tegas, berkebalikan dengan Becca yang cenderung peragu dan penakut. 

Dua pasang manusia ini menjalani kisah romansa yang berbeda dan tak saling ganggu, sampai suatu saat mereka dipertemukan dan saling mempertanyakan keberadaan masing-masing. Ketika kenangan satu sama lain bergesekan dan sama-sama ingin bertahan, tak ada satupun yang ingin dilupakan dan tersingkir. Ada Lucie juga disana yang mentertawakan 'kebodohan' mereka berempat. Buat Lucie, kepanikan Richard, Della, Becca, Adriel, dan ambisi mereka untuk terus ada dan diingat, adalah suatu tontonan yang maha lucu. Dan Lucie cukup senang saat diantara kelengahan mereka, Ia bisa dengan begitu mudahnya masuk dan membuat kisahnya sendiri. Ia pun ingin dikenang. 

Kalau dalam Seoulmate Lia memakai 'harapan' sebagai benang merah ceritanya, maka di Khokkiri kata kuncinya adalah 'kenangan'. Manusia bukan gajah yang memiliki ingatan yang super. Saya ingat, saya pernah meminta pada Tuhan untuk membuang satu sel otak saya yang berisi ingatan/kenangan akan seseorang yang telah menyakiti saya. Namun setelah menamatkan Khokkiri ini, sepertinya saya harus mencabut kembali permintaan saya tadi. Karena kembali ke kisah Khokkiri tadi, Richard-Della-Adriel-Becca-Lucie, diantara mereka berlima toh akhirnya ada yang harus 'tersingkir' dan rela hanya menjadi sebatas kenangan. Karena kenangan, sebaik dan seburuk apapun itu, adalah hal berharga yang membuat kita menghargai dan memaknai hidup. 

Salut dengan alur cerita yang sering membuat saya berkerut-kerut, tapi toh menikmati dan penasaran juga akan akhir ceritanya. Konflik keluarga dan pergolakan batin atas peristiwa masa lalu dikemas dengan cukup apik. Salut juga dengan keberanian Lia mengangkat tema tentang kepribadian ganda yang masih langka di per-novel-an Indonesia (She was like gambling with this idea but hey, she did it!). Seseorang pernah menanyakan pendapat saya akan rating untuk Khokkiri ini, dan saya beri empat dari lima. Good to be read! ^^
'Ia ingin diingat. Ia ingin dikenang. Ia tidak mau menghilang.' (Becca. page 254)
~dinoy~

Saturday, August 20, 2011

Writing Project

Jadi, katanya untuk bisa menulis tuh, latihannya dimulai dari menulis review buku favorite. Maka saya sudah berniat hari Sabtu yang libur ini akan menuliskan review dua buku dari banyak buku yang saya punya. Jam sebelasan tadi saya jalan ke Seven Eleven di seberang ITC Fatmawati, untuk cari makan sekaligus nyepi buat nulis dan baca. saya sarapan (sekaligus lunch) ini:

Kelar makan, saya lanjutkan dulu bacaan novel Khokkiri saya yang ditulis oleh Lia, teman baik saya, sambil sesekali update twitter dan denger radio. Wah, ternyata tangan ini kaku juga ya nulis tangan (iya, lappie saya udah digondol maling dua bulan lalu). Tapi akhirnya kelar juga review untuk dua novel yang sebenernya novel-novel lama: Marrying AIDS dan Travelers' Tales Belok kanan: Barcelona!

Semoga nanti bisa dilanjut review buku-buku yang lain, jadi menulisnya juga makin jago! Haha, ngarepnya!! ^^




~dinoy~

Review Travelers' Tales Belok Kanan: Barcelona


Woohoo..!! Ini nih novel yang baguss banget buat traveler wannabe seperti saya! Novel yang sarat dengan cerita traveling dan pemaparan setiap lokasinya membuat saya pastinya ingin ikut mengunjungi dan merasakan langsung apa yang diceritakan oleh empat penulisnya. Novel ini ditulis keroyokan oleh empat penulis: Alaya Setya, Iman Hidajat, Ninit Yunita, Adhitya Mulya, dan isinya juga menceritakan tentang empat sahabat: Farah, Jusuf, Retno, dan Francis (saya rasa masing-masing penulis kebagian untuk menulis masing-masing tokoh, entah siapa menulis siapa). Jadi nggak heran kalau banyak banget tempat dari berbagai negara di empat benua (Asia, Amerika, Eropa, Afrika) yang diceritakan. Semuanya akan bermuara di satu kota maha indah: Barcelona, tempat Francis akan melangsungkan pernikahannya dengan seorang gadis cantik dari Spanyol.


Francis merupakan sosok pemuda yang -hampir- sempurna. Seorang pianis andal yang sudah menggelar konsernya di beberapa belahan dunia. Francis memiliki fisik yang tampan, ditunjang dengan sikapnya yang gentleman, telah berhasil membuat Farah jatuh hati. Yap, lingkaran persahabatan antar beberapa teman akan menjadi maha aneh jika sudah ada unsur cinta didalamnya. Farah yang kini bekerja di Vietnam, shock menerima undangan pernikahan Francis dan berniat meggagalkannya. Farah tahu dari dulu Francis hanya suka pada Retno, meski sudah lebih dari sekali Retno menolak pernyataan cinta dari Francis, tapi Farah nggak peduli. Buat Farah, masih ada kesempatan untuk menyatakan cinta pada Francis dan merebut hatinya.

All the way from Hoi An (Vietnam), Farah menuju Barcelona melalui Amman, Budapest, Wina, dan Paris. Di tengah perjalanan solo traveling nya, Farah bertemu dengan Andre, cowok Brazil yang kemudian menjadi travelmate nya yang seru (one of the beautys from traveling is when we can get connected with new friend from another country).

Lain Farah, lain pula Jusuf. Awalnya Jusuf berencana untuk tidak menghadiri pernikahan Francis di Barcelona karena keterbatasan dana, tapi Jusuf mengubah rencananya saat mengetahui niat Farah. O yeah, ternyata Jusuf menyimpan perasaan spesial pada Farah, yang nggak pernah sempat ia ungkapkan karena selalu keduluan dengan curhat Farah tentang Francis. Perjalanan Jusuf menuju Barcelona adalah yang paling ngenes yet adventurous, haha! Bayangkan saja, dari benua hitam Afrika, tepatnya Cape town, Jusuf harus mempertaruhkan nyawanya menerobos Abidjan yang sedang berperang (in a real meaning), menembus Dakkar, Marokko, Seville, sebelum akhirnya sampai di Barcelona.

Perjalanan yang agak santai dan nyaman memang dimiliki Retno, karena untuk menuju Barcelona ia memang sengaja melakukan Euro trip terlebih dahulu. Tapi perjalanan Retno bukannya tanpa konflik, karena konflik yang sesungguhnya ada dalam hatinya. Retno menolak Francis bukannya tanpa alasan, bukan pula karena ia nggak sayang sama Francis, makanya Retno tetap merasa gentar saat berhadapan dengan Francis.

Novel ini asli gokil dibaca untuk para traveler. Nggak cuma meramu cerita tentang konflik cinta dalam persahabatan yang oke, tapi novel ini juga disisipi tips-tips untuk bepergian baik ala backpacker maupun untuk business trip. Dan jangan lupakan juga quote-quote tentang traveling yang ditampilkan di awal tiap bab. Ini tiga quote favorite saya: 'A thousand mile journey begins with the first step (Lao Tzu)', 'Traveling-it leaves you speechless, then turns you into a story teller (Ibn Battuta)', 'A Traveler without observation is like a bird without wings (Moslih Eddin Saad)'.

Whooaaa.... menyemangati saya bangetlah buat keliling dunia! :)


~dinoy~

review Marrying AIDS- Novel by Lia Indra Andriana

Lia membicarakan AIDS seolah-olah ini bukanlah hal yang tabu dan menjijikkan. Ya, penyakit yang bersumber dari virus HIV ini sudah pasti punya pandangan yang sangat negatif di negara kita. Pengidapnya hampir pasti dicap sebagai pendosa kelas kakap, karena umumnya penyakit ini diderita oleh para pelacur, atau mereka yang menggunakan jasa pelacur. Tapi ternyata AIDS pun bisa menyerang Eri, seorang dokter gigi muda yang cantik, pintar, dan tentunya dikenal memiliki reputasi yang baik. Biasanya, adalah suatu anugerah buat cewek-cewek kalau ketemu dengan cowok cakep berpenampilan eksekutif muda (well, at least that's for me^^), tapi buat Eri awal pertemuannya dengan cowok Korea bernama Ji Hwan adalah suatu petaka dalam hidupnya.

Andai Eri bisa memutar waktu, andai Eri menyanggupi penolakan Ji Hwan untuk ditangani olehnya dan mengabaikan saja kode etik dokter yang mengharuskan untuk sesegera mungkin merawat pasien yang terluka, mungkin Eri nggak perlu tertohok dengan kenyataan bahwa dirinya mengidap penyakit AIDS. Tapi toh hidup terus berjalan, kan? Sekuat apapun usaha Eri menolak, dia tetap tidak bisa menyingkirkan virus HIV itu dari tubuhnya. Dan apa rasanya menerima kenyataan pahit, ditempat yang bukan negara kita, dan nggak bersama orang-orang dekat kita?

Korea Selatan. Negara yang sangat disukai Eri ini malah menghantarkan berita buruk bagi hidupnya. Kembali ke Indonesia dan tetap beraktivitas seperti biasa juga tidak memberi jawaban bagi Eri, hatinya malah diliputi ketakutan akan menyakiti (menulari) orang-orang disekitarnya. Eri tidak membagi masalahnya pada siapapun, tidak juga pada Fre yang selama ini menjadi orang terdekatnya, alih-alih Eri malah pergi lagi ke Seoul dan mendatangi pangkal masalahnya: Ji Hwan. Eri beranggapan hanya Ji Hwan yang layak dekat dengan dia, toh karena Ji Hwan ia terkena AIDS, kan? Petualangan demi petualangan Eri alami di Seoul, ia berusaha untuk berhenti meratapi penyakitnya dan belajar untuk lebih menikmati hari-harinya. Toh kalau memang usia dihidupnya menjadi lebih pendek karena AIDS, ia harus bisa mencecap setiap rasa di sisa hidupnya, kan? Tinggal bersama Ji Hwan juga membuat Eri lebih bisa menilai pemuda yang dikenal angkuh itu, juga mendeteksi sikap kekanakan dibalik kearoganan Ji Hwan (entah kenapa yang terbayang di benak saya adalah Tao Ming Tse sebagai pembanding Ji Hwan,haha!).

Hubungan yang aneh antara Eri dan Ji Hwan lama-lama menjadi keterbiasaan yang menimbulkan perasaan cinta. Bagi Ji Hwan, Eri adalah calon istrinya, sesuai ikrarnya sendiri untuk menikahi wanita yang 'menyentuh' nya. Bagi Eri, Ji Hwan adalah satu-satunya orang yang boleh ia 'andalkan', karena Eri nggak mau melibatkan (baca:menulari) lebih banyak orang dalam masalahnya. Tapi bagi Kwon Woo, sahabat Ji Hwan yang mengetahui rahasia Ji Hwan, hubungan keduanya tidak masuk akal dan harus dihentikan jika memang AIDS adalah satu-satunya alasan dalam percintaan mereka.

Apa rasanya menghidupi penyakit yang mematikan ? Apa rasanya menjadi tersangka, padahal selama ini Eri merasa ia adalah korbannya? Cerita ini nggak tertebak. Sampai pertengahan bab kita terus dibuat percaya kalau Eri cuma korban yang tertular HIV-AIDS dari Ji Hwan, sampai kemudian kita melanjutkan membaca terus dan terkejut akan kenyataan yang lain. Dan jangan khawatir, meski menceritakan AIDS, tapi novel ini nggak melulu sedih kok, jadi nggak akan membosankan juga. Keep reading and you'll shock with how Lia drives you to the unpredictable story.. :)

'Menikah denganku berarti kau juga menikah dengan virus ini... menikah dengan AIDS' (page 271)


~dinoy~




Wednesday, August 10, 2011

mencicipi Kuala Lumpur :)

Jadi ini adalah cerita my last-minute-plan-getaway ke Kuala Lumpur.. Kenapa disebut last-minute? karena emang gak ada rencana, dadakan untuk ini, bener-bener begitu saja pengen, dan kebetulan lagi ada tiket promo dari Lion Air untuk rute baru. Jadi alasan yang aku maksud adalah :
  1. Pengen liburan, lagi sumpek, dan kebetulan seorang sahabat bakal menghabiskan waktu liburannya juga disana (jadi ada temen getto)
  2. Sekalian sedikit survey dan menguasai medan karena Maret 2012 akan mengajak papa ku kesana, jadi biar ga blank amat gitu
  3. Pemanasan buat my solo trip to Bangkok this October, wkwkwkw
  4. Ketemu temen baru di KL, kenal dari mas Ari, temen waktu backpacker an ke Singapore :)
Nah ya sudahlah, langsung bahas aja rincian aku disana ngapain aja dan habis berapa aja ya.. :) Aku ke KL dari tgl 7-9 Agt '11, naek Lion Air. Total aku beli tiket ini di awal Juli, Rp 800 ribu. Sempat ngerasa gambling sih, karena si Singa ini lagi diambang batas kesabaran para konsumen nya karena keseringan delay >_< apalagi beberapa kali baca keluhan di socmed (twitter,fb) kalo ada yg lagi kena korban delay nya Lion Air. Eh tapi Puji Tuhan nih ya, pas kemaren baik berangkat maupun pulang, gak ada delay! Tgl 07 berangkat dari Jkt, take off pkl 09.30 (dari jadwal 09.05, ya masih oke lah ya), malah yg pas balik ke Jkt nya lebih ontime lagi, penumpang sudah dipersilakan masuk pesawat pkl 12.30 (dari jadwal take off pkl 13.00). Di KL, aku memang tidak terlalu banyak mengunjungi spot-spot wisata, karena sebenarnya spot wisata yg sebenarnya ada di luar KL (will need more time and cost). Yah namanya juga liburan dadakan, tapi cukup puas juga sih keliling kota :)

Day 1: Tiba di Kuala Lumpur International Airport sekitar pukul 12.30 waktu KL (+1 dari WIB). Beruntung deh naek Lion Air ini, karena meskipun dia masuk kategori Low Cost Carierr, tapi dia dapet jatah di KLIA instead of LCCT (Low Cost Carier Terminal). Im so amazed with this airport. Awalnya habis turun dari pesawat, sempet bingung mo kemana untuk urusan imigrasi? Dan aku lihat ada Aerotrain yang entah kemana, tapi setelah aku tanya pada petugas informasi, memang harus naek kereta canggih itu untuk menuju imigrasi dan ruang airport utama :) Jadi memang antara boarding gate dan ruang utama airport terpisah, dan dihubungkan dengan aerotrain. Jadi cepat-cepatlah aku memasuki Aerotrain yg saat itu udah siap berangkat. Usai berurusan dengan Imigrasi yg lebih lama antrinya daripada urusan inti nya sendiri (waktu itu hari Minggu, banyak banget yang baru datang ke KL), aku langsung mencari tempat mangkalnya bus yang akan membawaku ke Puduraya (berdasarkan hasil googling dan petunjuk dari Hostel bookers, cara termudah dan termurah menuju Hostel ku di China town adalah dengan naik Star Shuttle Bus ke Puduraya). Tidak susah juga mencari bus stesyen ini, karena petunjuk-petunjuk di KLIA sangat jelas. Turun dua lantai ke basement, kita sudah mendapati sekitar 3 loket bus dg berbagai tujuan. Aku langsung menuju loket Star Shuttle yang ada tulisannya menuju Chinatown,Kota Raya,Puduraya. Aku membeli tiket bus seharga 10RM, dan menunggu sekitar setengah jam untuk menuju jadwal pemberangkatan pukul 13.30. Perjalanan membutuhkan waktu sekitar 45 menit dari airport, dengan kondisi bus yang nyaman, ber AC, bersih, dan tempat duduk lega. Melebihi ekspektasiku, bus ini tidak berhenti di Terminal Puduraya seperti yang dijelaskan di HostelBookers, tapi dia berhenti di perempatan dekat Chinatown. Aku segera membuka kertas print out an dari HostelBookers,membaca petunjuknya. Mudah saja, aku melihat Hotel Ancassa, terus setelah lihat hotel itu disuruh jalan terus dan belok kiri. Masuk ke gang yang namanya Jalan Sultan, terhampar banyak hostel dan budget hotel disana.. wew. Nama Hostel yang aku tempati adalah Backpackers Travellers Inn, yang ternyata banyak dijiplak dengan nama-nama yang mirip, makanya si HostelBookers sudah ngasi warning duluan, kalo BTI ini yang asli ada disebelahnya Swiss Inn Hotel. Dari kejauhan sudah keliatan Swiss Inn Hotel nya, tapi sebelum menuju kesana aku putuskan dulu untuk cari SIM Card lokal untuk menghubungi teman baru di KL.Banyak yang rekomen cari aja di Seven Eleven, eh tapi aneh aja, Sevel yang di Jalan Sultan ini gak nyediain SIM Card. Tapi si petugas kasi tau aku untuk beli di sebelah,yang ternyata memang gerai pulsa dan SIM Card. Singkat cerita aku beli perdana Tune Talk dan pulsanya,total isi 9RM pulsa dengan harga 15 RM. Lanjut ke hostel yang udah dekat, aku masuk untuk check in. Agak kesel sih karena disuruh nunggu lumayan lama oleh bapak tua yang lagi jaga resepsionis. Tapi kekesalan itu terbayar saat si bapak bilang "Sorry for keep you waiting" dengan senyum ramah nya. Aku nunjukin bukti booking ku dari HostelBookers (fyi this is my first time booking hostel sendiri), si bapak ngecek, dan aku disuruh bayar sisa nya seperti yg tertera di bukti booking an. No problem at all. Hostel ini yang paaaalingg murah, hanya 12RM untuk 1 malam, jadi total aku perlu bayar 24RM yang sudah kubayar 10% nya waktu booking online dengan kartu kredit, sehingga yang perlu aku bayar ke si bapak adalah 21.6RM. Aku dikasi kunci, sarung bantal, dan seprei kasur. Aku memang booking female dorm, but precautional aja sih, hostel ini hanya untuk kamu yang benar-benar cuek!Karena untuk menuju female dorm kita harus melewati male dorm terlebih dahulu, baru diujung ketemu female dorm. Aku gak sampe nyasar, karena ada petugas yang nganterin aku :) Kelar berbenah, aku hubungi teman baru yang bernama Zian, teman dari mas Ari, yang memang sengaja datang untuk mengambil titipan dari mas Ari. Dia menemani aku ke Pasar Seni(Central Market) untuk ketemu Sha disana (teman mas Ari juga, sudah janjian sebelumnya). Pasar Seni ini juga dekat dengan lokasi hostelku, paling cuma jalan gak lebih dari 10 menit. Sebelum ke Pasar Seni aku mampir dulu di SevEl dekat hotel untuk beli air mineral dalam botol kecil seharga 1.5RM. Pasar Seni ini cocok buat yang doyan shopping,terutama suvenir-suvenir, tapi aku cuma lihat-lihat saja disana. Mampir makan disana, aku beli nasi (nasi putih nya bersantan entah apa namanya, tapi beda dg nasi uduk),sayur toge dan kari ikan (tongkol ?) dengan total 6RM. Sayangnya aku gak jadi ketemu Sha karena dia ada urusan mendadak di Melaka, jadi sore sampai malam itu aku habskan bersama cik Zian, jalan-jalan sambil ngobrol-ngobrol seru! Dia bawa aku ke KLCC, yeah, mall yang dekat (atau bagian dari ?) Petronas Tower. Untuk ke KLCC kita naik LRT (kereta yang dijalankan dengan sistem semacam MRT kalo di Singapore) dari stesyen Pasar Seni. Tiket untuk Single Trip LRT harganya bervariatif sesuai jaraknya, dan dari Ps Seni ke KLCC cost nya 1.6RM. Yakh mulailah kekaguman saya dengan sistem transportasi di KL ini (hehe, sudah ter mindset dengan nuansa metromini dan kopaja di Jakarta sik ya), ya udah plek lah dengan yang di Singapore. Dalem nya adem, petunjuknya jelas bunyi tiap mo berhenti di stesyen LRT (gak kayak Busway yang lebih sering rusaknya petunjuk jalan nya). Tiba di KLCC, kita keliling mall sebentar sebelum akhirnya Zian ngajak aku duduk-duduk di taman didepan KLCC yang ada kolamnya. Dari situ Petronas Tower terlihat megah, Zian dengan baik hati menawarkan untuk mengabadikan gambarku dengan latar belakang Petronas Tower. Hihi baiknya, secara aku gak bawa kamera, wkwkw..
Dari KLCC, kita lanjut ke Bintang Walk. Nah menuju Bintang Walk ini ternyata gak bisa sekali naik, harus dua kali. Ke KL Sentral dulu dg LRT (1.6RM) lanjut jalan ke monorail stesyen, baru deh naek monorail ke Bukit Bintang dg cost 2.1RM. Apa bedanya monorail dengan LRT? Nah ini Zian yg jelasin, kalo monorail ada pemandunya alias ada orang yg ngejalanin. Bukit Bintang ini kawasan rame juga, ada beberapa spot perbelanjaan/mall disana, kami masuk salah satu mall sambil ngobrol2, namanya mal LotTen, ada store National Geographic disana. Habis gitu jalan-jalan lagi, sekalian nemeni Zian buka puasa di AW,sementara aku makan Sari Roti yang masih sisa yang aku bawa dari Jakarta.Btw disana buka puasanya pukul 19.30, dan pukul 19.00 suasanya masih cukup terang. Akhirnya sekitar pukul 20.00 Zian mengantarkan ku kembali ke hostel di Chinatown, dengan rute : monorail Bukit Bintang-KL Central monorail (2.1RM), LRT KL Central-LRT Ps Seni (1RM). Sampai di Hostel,aku cukup lelah, jadi aku putuskan untuk beristirahat setelah mandi.

Day 2: Ini hari dimana aku janjian bakal ketemu dengan sahabat-sahabatku:Lia dan Meli yang baru menghabiskan liburannya di Seoul 9 hari dan singgah dulu di KL, juga dengan orangtua Lia yang ikut serta dari Indonesia. Tapi karena mereka baru datang siang, aku putuskan jalan-jalan sebentar, melewati kawasan Chinatown yang masih sepi saat pagi, ke stesyen LRT Pasar Seni untuk pergi ke Masjid Jamek (1.2-1.4RM,sori lupa hehe) yang kata Zian merupakan kawasan orang Melayu. Jalan-jalan saja disana, itung-itung olahraga sambil liat suasana,hehe, liat juga bangunan Masjid Jamek berwarna coklat. Jalan-jalan tak tentu arah, eh ketemu LRT Stesyen Bandaraya. Pagi itu juga aku memutuskan untuk menghubungi Sha untuk memberikan dua buku yang sudah terlanjur kubelikan buatnya, sayang kalau dibawa pulang lagi. Sha memintaku datang ke LRT Stesyen Taman Jaya, ketemu dengan Aie, suaminya. Nah dari Bandaraya ini tidak ada akses langsung ke Taman Jaya, jadi naik dulu balik ke Masjid Jamek (1.2RM), baru dari Masjid Jamek menuju Taman Jaya dengan cost 2.1RM :) Lepas bertemu dengan Aie dan memberikan buku sambil ngobrol sejenak, aku memutuskan untuk langsung menuju KL Sentral, tempat janjian ketemu dengan Lia dan lainnya. Dari Taman Jaya langsung naik LRT ke KL Sentral (2.1RM). Ohya lupa, waktu di Stesyen Pasar Seni aku menyempatkan beli roti-roti mini seharga masing-masing 1RM tiga biji, total 3RM,sementara minum nya aku sudah beli di hostel yang ternyata harganya lebih murah dari SevEL, hanya 1RM dg ukuran yang sama tapi beda merk :) Di KL Sentral ketemu Lia, Meli,dan orang tua Lia, kami jalan sekitar 10 menitan ke Hotel Sentral tempat mereka menginap. Hehe, lumayan juga sih ngadem, ngincipi kamar hotel nya :D Kami berlima lantas menuju KLCC dari KL Sentral LRT Stesyen, tarifnya sama saja dengan berangkat dari Pasar Seni:1.6RM. Disana kami makan siang, aku baru ingat kalau aku baru makan nasi sekali, yaitu saat di Pasar Seni kemarin sorenya, jadi makanku cukup kalap dan mahal,hehe: Nasi Briyani+udang+Babi (ngok!), plus air mineral, total 15.2RM. Lanjut kita muter-muter mall, juga foto-foto dg latar Petronas Tower. Lantas kembali ke hotel dengan rute sebaliknya dan cost yang sama, untuk istirahat, maklum mereka kan baru sampai. Kalau aku sih lumayan tidur-tiduran juga sambil ngadem dan manfaatin wifi nya,huehe.. Malamnya, kami pergi ke Pasar Seni dan Chinatown, kali ini adiknya Lia yang kuliah disana join juga. Kami naik bus ke Ps Seni dari seberang hotel, dengan cost 1RM, tapi dibayarin adiknya Lia, so nggak aku masukin rincian biaya :) di Ps Seni, kami mau makan malam, tapi ternyata tenant foodcourt banyak yang sudah tutup, waktu itu sudah sekitar pukul 20.30. Untung nya ada satu tenant thai food yang masih buka, aku milih menu Kwetiauw Ayam Goreng dg harga 7.5, air minumnya masih ada yg aku beli di KLCC tadi siang. Usai makan, kami ngider ke kawasan Chinatown, yang ramai sekali saat malam, ramai pedagang, Lampion juga nyala meriah, banyak pedagang menjajakan barang-barang baik suvenir maupun baju-baju, tas, sepatu, dll. Kaos dengan icon Petronas dibandrol rata-rata 6RM, pajangan-pajangan Petronas Tower dengan harga variatif, 5-15RM tergantung size, gantungan kunci dg harga 10RM untuk satu renteng isi 6. Dasarnya aku nggak ada budget untuk shopping, aku cuma lihat-lihat saja, tapi toh akhirnya memutuskan untuk beli miniatur petronas tower dengan harga 6RM (harga pas gak boleh nawar, mana yang jual anak cowok dengan wajah tengil,lempeng aja sekalipun dah coba nawar,wkwkwkwk), ya sekedar kenangan aku dah pernah ke KL :).. Pas di Chinatown ini aku ngerasa badanku dah agak drop.. menjelang pukul 10 malam aku berpisah dengan Lia dan lain-lain, karena toh hostelku sudah dekat, dan mereka juga mau balik ke Hotel Sentral. Sebelum naik ke kamar, aku beli lagi air mineral di resepsionis seharga 1RM,plus beli toilet paper (50sen) karena Kamar Mandi nya nggak nyediain Toilet Paper dan gak ada semprotan buat cebok >_<

Day 3: Aku bangun sekitar pukul 08.30, dan untung nya badanku dah segeran, tapi toh aku nggak memutuskan kemana-mana lagi karena flight balik ke Jakarta pukul 13.00, nanggung banget. Jadi aku mandi, packing, dan check out. Sebelum check out aku masih sempat manfaatin wifi dulu di lantai satu, juga beli air mineral buat sangu. Sekitar pukul 09.45 aku memutuskan untuk pergi, pamit dengan petugas hostelnya, nggak lupa salaman dan bilang "Thank You very much" :) Jalan keluar, aku melihat ada kios yang jual popiah, makanan mirip lumpia basah, seharga 1.8RM, aku beli dua untuk bekal isi perut sampai di Jakarta. Aku memutuskan pergi ke KLIA naek Bus dari KL Sentral. Sebenernya sih katanya bisa juga ambil Bus ke KLIA dari Terminal Pudurya,jalan kaki kira-kira 10 menit dari  Chinatown, tapi aku males cari arahnya, jadi aku memutuskan ke KL Sentral dari LRT Stesyen Ps Seni.. yah, sekalian menikmati canggihnya transportasi ini terakhir kalinya, haha! Sampai di KL Sentral pukul 10.15, pas sekali dengan jadwal bus Airport Coach nya yang pukul 10.30, jadi ga nunggu terlalu lama. Di dalam bus, aku menikmati dua popiahku, lumayan ngisi perut, karena pagi nya aku habis BAB (akhirnya) di Hostel,wkwkwkw.. Harga tiket Airport Coach bus sama saja dengan Star Shuttle, yaitu 10RM. Perjalanan ke KLIA sekitar satu jam jadi sampe sana sekitar pukul 11.30.. check in di Lion Air nggak terlalu lama, terus naek Aeoro Train menuju boarding gate, dan menunggu sampai sekitar pukul 12.30 untuk masuk pesawat dan take off sekitar pukul 13.15.. Great!
Jadi dengan total 200RM, dan aku menganggarkan nggak boleh lebih dari 150RM, eh ternyata masih bisa nyisa 79RM, jadi total pengeluaran 121RM sbb:
Day 1:
Star Shuttle (KLIA-ChinaTown): 10RM
SIMCard TuneTalk+pulsa         : 15RM
Pelunasan Hostel                      : 21.6RM
Air Mineral di Seven Eleven      : 1.5RM
Makan di Pasar Seni                :    6RM
LRT Ps Seni-KLCC                : 1.6RM
LRT KLCC-KL Sentral          : 1.6RM
Monorail KLSentral-BukitBintang:2.1RM
BukitBintang Monorail-KL Sentral: 2.1RM
LRT KL Sentral-Ps Seni          : 1RM
Total Day 1                    :  62.5RM

Day 2:
Air Mineral beli di Hostel : 1RM
3Roti                              : 3 RM
LRT Ps Seni-Masjid Jamek : 1.2RM
LRT Bandaraya-Msjd Jamek:1.2RM
LRT Masjid Jamek-Taman Jaya:2.1 RM
LRT TamanJaya-KL Sentral:2.1RM
LRT KL Sentral-KLCC    :1.6RM
Lunch at KLCC                :15.2RM
LRT KLCC-KL Sentral :  1.6RM
Dinner at Pasar Seni         :7.0RM (aslinya 7.5, tapi 50 sen nya dikasi lebih sama Lia krn ga ada kembalian)
Miniatur Petronas             :6RM
Air mineral di Hostel        :1RM
Toilet Paper                     : 0.5RM
Total Day 2     : 43.5RM

Day 3:
Air Mineral at Hostel : 1RM
Popiah 2                  :3.6RM
LRT Ps Seni-KL Sentral:1RM
Airport Coach Bus    :10 RM
Total Day 3    : 15.6 RM

Total Day 1-3 :121.6RM

~dinoy