Sunday, July 27, 2014

[Ngobrol Seru] Part 3: Hari Puisi Nasional

Three gossips | Vector by Bazaar Designs | Edited

Edisi ketiga ngobrol seru, digagas oleh Chei karena kan katanya tanggal 26 Juli tuh diperingati sebagai Hari Puisi Nasional. Ya saya mah percaya buta aja sama dia, namanya juga teman. Jadi nggak perlu ngecek ke Google apalah, saya iyain aja biar cepet. Dan seseruan kami malam tadi, kami bertiga bikin puisi estafet gituu.... Ditulis di note Line, saling komentar dengan baris lanjutannya. Akhirnya terciptalah tiga puisi, yang masing-masing diawali oleh kami bertiga dan ditentukan temanya oleh masing-masing kami juga! Yay!! Jadi, puisi yang dimulai dari Chei (dengan urutan Chei-Mput-saya) ada di blog Chei dan berjudul "Mencari Aku". Puisi yang diawali oleh Mput (dengan urutan Mput-saya-Chei) juga ada di blognya, judulnya adalah "Dongeng Tentang Sepasang Kekasih dan Cintanya yang Buta". Lalu, yang terakhir, saya dong yang mengawali puisinya, dilanjutkan oleh Chei lalu Mput. Nah, ini diaa hasil puisi keroyokan bertiga yang diawali oleh saya:

Mengulang Kenangan Bagi Jiwa yang Hampa

Senja itu, aku tepekur...
Kali ini aku tak bersemangat menguntai rindu untukmu
Segalanya terasa hampa, seperti lengang jalanan menjelang pagi

Pada satu titik, aku terbentur pada dia... yang disebut kenangan
Aku pernah memperjuangkan dia dengan sepenuh hati dan asa
Pernah memujanya dalam aksara-aksara tentang cinta

Hingga suatu masa, semua rasa terasa sia
Sayangnya, cinta tak bisa dibatalkan walau aku ingin
Tak bisa dicegah walau aku mencoba terus berlalu

Kata orang, kenangan itu suatu permata
Namun bagiku, kini tak ubahnya seonggok masa lalu semu
Aku memilih terengah berjuang melupakanmu
Meninggalkan kisah-kisah lama jauh di masa lalu
Dan meski sepi jiwa ini, tapi tak mengapa
Bahagia pasti kudapat, suatu hari nanti.


Sekiaan, puisinyaa. Hihihi, teteup deh saya nggak jauh dari galau kenangan ya bok! :))) Ya, kata orang, masa lalu itu harta karun lho *kata saya sih, hehe* Namun terkadang berlebihan harta pun tak baik, maka tetap harus ada yang kita relakan pergi. :) *Din... Din... kesehatanmu, lho!*

Read also:

[Ngobrol Seru] Part 2: Drama dalam Karya

Three gossips | Vector by Bazaar Designs | Edited

Hmm... ceritanya mengejar ketertinggalan nih, soalnya Mput dan Chei udah posting duluan, tinggal saya yang belum. *hehe* Jadi, tema obrolan kedua ini dicetuskan oleh tuan Putri Mput Keciput. *hehe*. "Drama dalam Karya" Apa yang terlintas di benakmu ketika mendengar tiga kata itu? Oke, karena saya adalah seorang pemeriksa naskah, bolehlah ya saya mencatut pengertian dari KBBI:

  • Drama: Cerita atau kisah, terutama yang melibatkan konflik atau emosi, yang khusus disusun untuk pertunjukan teater; kejadian yang menyedihkan.
  • Karya: Pekerjaan; hasil perbuatan; buatan; ciptaan (terutama hasil karangan).
Setiap manusia, saya yakin, pasti mengalami drama dalam kehidupannya. Seperti yang dikatakan oleh seorang penggubah lagu, bahwa dunia ini adalah panggung sandiwara, dan di mana di atas panggung pasti sering terjadi konflik antar pelakunya, dan emosi yang tersulut karenanya. Lalu, bagaimana jika sebuah drama turut terlibat dalam karya anak manusia? Jujur saja, ketika Mput mengajukan tema ini, saya rasa memang menarik, tapi sekaligus membuat mikir... karena tema ini rentan membuat saya menyindir para kaum tersohor yang sering membaurkan dua unsur ini. Bagaimana dapat membahas tema ini tanpa menyebut nama? Tapi, baiklah biar saya memberi contoh tanpa menyebut nama jelasnya:

  • Seorang anak petani datang jauh-jauh dari desa di ujung utara Sumatra ke Jakarta untuk meraih mimpi di sebuah ajang pencarian bakat. Singkat cerita, dia berhasil menjadi juara satu. Tak murni kemampuan atau olah suaranya yang membuatnya menang, tapi juga kisah hidup, perjuangannya dari keluarga kurang mampu hingga bisa dipilih jutaan pemirsa.
  • Masih tentang ajang pencarian bakat menyanyi, namun di stasiun TV berbeda. Ada seorang pria pengamen yang suaranya cukup nendang--meski bagi saya kontestan lainnya lebih berhak juara--akhirnya dipilih masyarakat menjadi idola kala itu. Tak lupa cerita tentang latar belakangnya diangkat, termasuk rumah tangganya.
  • Jika rajin menyimak acara infotainment, maka pasti sudah biasa menyimak berita perpisahan pasangan suami-istri dari kalangan artis. Dulu, saya menganggap sebuah kebetulan, ketika mereka sedang dalam proses perceraian, eh kok salah satunya ternyata dikabarkan sedang menyiapkan album baru, konser, film, atau sinetron terbaru. Hm, kebetulan yang berulang kok rasanya jadi mencurigakan, ya? Well...
So, you got my point?? Yang ingin kami--aku, Mput, dan Chei--angkat adalah, sebenarnya boleh tidak sih seperti itu? Memasukkan drama hidup sebelum resmi mengeluarkan sebuah karya?? Apakah tidak seharusnya karya itu dinilai objektif karena benar-benar karya itu bagus?? Saya percaya, pendapat kalian pasti berbeda-beda. Ada yang bilang sah-sah saja, bahkan drama diperlukan sebagai bumbu-bumbu penyedap agar sang artis dikenal dahulu, ada yang tegas-tegas menolak. Pengujian yang sahih menurut saya pada akhirnya adalah waktu.

Teman-teman yang mengikuti ajang pencarian bakat itu misalnya, nggak selamanya kok mereka terus dibantu oleh stasiun TV penyelenggara. Kontrak itu--setahu saya--tetap ada masa berlaku, dan sesudah itu mereka harus pintar-pintar mencari manajemen yang dapat mengasah bakat dan keeksistensian mereka di dunia hiburan. Untuk kasus yang nomor satu misalnya, sang pemuda dari Aceh sudah tak pernah terdengar lagi namanya di dunia hiburan, terakhir saya dengar dia menjalankan bisnis yang sama sekali di luar menyanyi. Lalu untuk kasus nomor dua lebih memprihatinkan, seperti sebuah permata yang baru diangkat dari lumpur kotor dan digosok-gosok hingga bersinar, tetapi tak lama dia tenggelam lagi dalam lumpur itu. Saya pernah mendengar kabar bahwa rumah tangganya bermasalah karena dia melakukan kekerasan. Hm... apa kata para pemirsa yang awalnya kepincut sama suara plus drama hidupnya, yang kemudia memilihnya sebagai pemenang ya?

Lalu untuk para artis yang dikabarkan bercerai, dan kebetulan di saat yang sama mereka sedang menyiapkan karya terbaru..... Saya memang tidak bisa serta-merta menuduh yaa. Bisa jadi memang kebetulan, tetapi kok terlalu sering seperti itu? Ataukah justru karena sedang terpuruk dalam perpisahan, lalu menginspirasi mereka untuk mencipta karya sendu--dalam waktu yang supercepat?? [masih tak tahu jawaban sesungguhnya, yang pasti saya masih menaruh curiga bahwa kabar miring sengaja diembuskan dulu agar nama mereka berkibar, baru deh masyarakat akan lebih cepat nempel sama karya barunya]

Drama dalam karya, jika memang sengaja dilakukan, tujuannya adalah publisitas. Jangan salahkan kalau mereka masih terus konsisten melakukannya. Hei, akui saja, masyarakat kita kan senang dengan drama-drama seperti itu. Saya sering mendengar dalam dunia jurnalisme, bahwa "bad news is a good news". Semakin buruk beritanya, semakin ngenes kisah hidup seseorang, maka semakin "bagus" pula responsnya di tengah masyarakat. Let just admit, we live among people who easily judge, and curious at the same time. *ngaca*

Jadi kesimpulannya, apakah saya menyukai drama di balik sebuah karya? Hm, kalau yang dimaksud drama itu adalah kisah inspiratifnya menuju kesuksesan, ya, i kinda like it, tapi tetap karyanya sendiri juga harus bagus. Namun jika yang dimaksud adalah drama settingan yang sengaja menciptakan konflik dengan orang lain agar namanya tersiar dulu baru kemudian karyanya... kok rasanya malah kayak "menyiksa diri" yaa? What do you say about this?? :)

Read also:


Monday, July 21, 2014

[Ngobrol Seru] Part 1: Comfort Zone


Three gossips | Vector by Bazaar Designs | Edited


Thanks to Chei dan Mput yang karena ide gila slash busuk slash seru mereka di grup Line jadi cikal bakal ide penulisan suka-suka ini. Right, aku pengin membahas masalah “comfort zone”, zona nyaman. Bagiku, zona nyaman ini bisa dimaknai macam-macam. Bisa tempat tertentu, suasana tertentu, atau bahkan orang-orang tertentu yang bikin kita merasa nyaman. Istilahnya, pas lagi jenuh dan stuck, aku bakal langsung lari ke comfort zone-ku itu. Dan setelah aku sendiri yang mengajukan ide untuk membahas comfort zone, aku jadi mengingat-ingat... lho kok rasanya aku nggak punya tempat khusus sih sebagai pelarian? Hehe, well not necessary nggak punya siih, tapi aku merasa aku ini manusia random yang suka susah ditebak apa maunya. But I guess, I have some comfort zone(s), kok....


Di dalam bioskop

Yep, aku suka nonton meski nggak rutin. Dulu awal-awal pindah di Jakarta malah aku semacam menjadwalkan sebulan sekali kudu nonton di bioskop. Tapi lama-lama rutinitas itu pun bergeser, hehe. Kenapa aku merasa nyaman di dalam bioskop, aku ingat kok pernah menuliskan alasannya. Di dalam bioskop, aku serasa memasuki dunia lain, menonton kehidupan orang lain dan menanggalkan kehidupanku sendiri dengan segala permasalahannya. #galaumode ^^ Bayangkan ketika lampu studio mulai dimatikan, layar semakin melebar, dan adegan demi adegan film mulai berputar. Seluruh pikiran akan berpusat kepada film yang sedang ditayangkan, dan syukur-syukur kalau film-nya bagus dan sangat bisa dinikmati. Aku tertawa, merenung, menangis, bangga mengingat kejayaan, atau bahkan putus asa... aku bebas mengekspresikannya di dalam studio bioskop. Kehidupan orang lainlah yang kutertawakan atau kutangisi, namun sejatinya diriku sendirilah yang sedang meluapkan keresahan di dalam batinku. Itulah alasan kenapa bioskop adalah salah satu zona nyamanku, karena di sana aku menanggalkan diriku yang biasanya rikuh diperhatikan orang lain, dan bebas menjadi siapa saja seturut peran yang ditawarkan di dalam film. :)

Berada di Antara
Pernah bepergian jauh? Aku sering. Dan hal yang sering kunikmati saat sedang bepergian jauh adalah saat di dalam kendaraan; yaitu kereta api dan pesawat terbang. Aku menyebutnya masa “di antara”. Dua moda transportasi itulah yang sering kugunakan kala bepergian jauh. Kebiasaanku kala berada di dalam pesawat terbang adalah aku gampang banget tertidur. Setelah asyik sendiri memandangi awan yang serasa dekat, membaca-baca buku atau inflight magazine, entah kenapa tak lama kemudian aku akan jatuh tertidur pulas. Dan bisa kukatakan, tidur di dalam pesawat terbang meskipun hanya sebentar—rekor terbang terlamaku paling-paling hanya lima jam—tetap merupakan tidur yang berkualitas. Bangun-bangun rasanya segeeer gitu. Sederhana mungkin ya, tidur. Namun, terkadang tidur berkualitas menjadi hal yang mahal buatku. Aku sering mengalami gejala tindihan atau sleep paralysis (saat mau tidur tiba-tiba tubuh terasa kaku dan terkunci, dan kepala sakit luar biasa) yang sering membuatku takut untuk memejam mata lagi. Atau, aku sering akhirnya tidur dengan kepala berat karena usai menuntaskan pekerjaan. Makanya, kubilang rasanya nyaman sekali ketika di dalam pesawat terbang dengan perasaan aman meskipun terombang-ambing udara, aku ternyata bisa tertidur pulas dan bangun-bangun rasanya segar. :)

Lalu, di kereta api. Ada apa yang menarik di dalamnya? Yah, perjalanan di kereta api umumnya lama, sering kulakukan ketika dari Jakarta hendak pulang ke Surabaya atau sebaliknya, dan minimal 12 jam. Di dalam kereta, yang aku sukai, aku memiliki waktu untuk diriku sendiri... melamun. Melamun bisa dilakukan kapan saja memang, tetapi sensasinya beda ketika di dalam kereta. Karena untuk waktu yang sekian lama tidak ada yang bisa kamu lakukan selain menunggu kereta tiba di tujuan. Lamunan dan pikiranmu yang melayang tidak terdistraksi hal lain. Sering juga aku menyelinginya dengan chatting di telepon pintar atau membaca buku, tetapi waktu di dalam kereta lebih banyak kuhabiskan dengan mempersilakan pikiranku berkelana. Dan aku menikmatinya. It’s like having a me-time, especially with my heart and brain. ^^

Abroad Solo Traveling
Aku suka melakukan perjalanan ke luar negeri dan sendiri. Bagiku, justru keluyuran sendiri itu terasa nyaman. Dan bedanya kalau di luar negeri, seringnya tak ada yang bisa kuandalkan selain diriku sendiri (dan Tuhan tentunya). Misalnya, saat empat hari aku berada di Filipina, tidak ada teman perjalanan saat berangkat, tidak ada teman yang bisa ditemui di sana. Saat-saat itulah aku benar-benar merasa menjadi penguasa atas hidupku. Aku bebas menentukan mau ngapain, pergi ke mana saja, serta melakukan apa saja. Aku nggak perlu meragukan apakah keputusanku salah di mata orang lain, hal yang sering kali membuatku jengah sendiri karena aku sering nggak percaya diri. Aku nggak perlu takut tiba-tiba ketemu orang yang dikenal dan bertanya “sedang apa?”, “apa kabar sekarang?”, “kerjanya apa?”, karena kemungkinannya sangaat kecil. Yeah, it’s like having me-time without distraction from anyone else. I feel comfort about it. :)

Sebenarnya, jika digali-gali lagi, ternyata banyak juga hal-hal yang menjadi “comfort zone”-ku. Sebut saja, cokelat Silver Queen penuh kenangan yang sering berhasil melunturkan mood jelekku, restoran Steak 21 di Pejaten Village yang harga menunya terjangkau, wifi-nya kenceng, pelayannya bersahabat sehingga aku betah berjam-jam kerja atau nge-blog di sana (haha!), atau... yang akhir-akhir ini kulakukan: chatting di Line bareng Chei dan Mput (uwuwuwuwuw... they must be blushing when reading this :p). Yep, meski aku sering menikmati kesendirian, tetapi tentu bercengkerama bersama teman-teman yang “sealiran” selalu berhasil menghantarkan rasa nyaman. :)
Kalau kamu, punya comfort zone tertentu nggak? ^ ^

Read also:
From Cheihttp://t.co/EZ6xYqpaWM
From Mputhttp://t.co/F3RrE3S2eo

Ps: #NgobrolSeru adalah topik obrolan umum nan ringan bersama antara saya, Zelie alias Chei, juga Putri alias Mput yang akhir-akhir ini lagi sering menggila (mereka yang gila gue sih waras) di Line! Hehe, semoga sih akan ada tema kedua, ketiga, dst... doakan kami yaa! :)))

Sunday, July 20, 2014

Bihun Jagung Meriah! [featuring teri, sosis sapi, dan telor ayam]



Oke, ini juga resep masakan yang menurutku sederhana sih. Dalam rangka malas belanja hari itu dan kebetulan ada beberapa bahan nggak ribet di kulkasku yang bisa diramu. Mariii....

Bahan-bahan:
Bihun jagung
Bawang merah 3 siung
Bawang putih 2 siung
Cabe merah 1 buah
Cabe rawit 5-7 buah (sesuai selera)
Tomat 1 buah
Sosis sapi 1 batang
Ikan teri beberapa (yang ini nggak ngitung berapa sih ya, ambil aja secukupnya, hehe)
Telor ayam 1 butir
Masako sapi 5 gram
Kecap manis secukupnya
Minyak goreng secukupnya
Air matang secukupnya

Cara memasak:
  • Panaskan air untuk merebus bihun. Setelah bihun matang, tiriskan.
  • Cuci bumbu-bumbu yaitu: bawang merah, bawang putih, cabe merah, cabe rawit, tomat. Kemudian bumbu-bumbu tersebut diiris tipis-tipis. Untuk cabe merah besar, aku biasanya membelah dulu dan membuang isinya yaitu biji-bijinya, karena kata Mama nggak baik buat usus buntu. ^^
  • Sosis sapi dipotong kecil-kecil
  • Panaskan minyak goreng di wajan untuk persiapan menumis
  • Yang ditumis pertama kali adalah bawang merah dan bawang putih. Ini sih aturan standar dari Mama pas dulu diajarin masak, kalau masak apa pun selalu duluin numis bawang merah+putih sampai harum dan agak layu (jangan sampai gosong juga sih, hehe).
  • Setelah bawang merah+putih layu, masukkan tomat, cabe merah, cabe rawit, tumis sampai agak layu.
  • Pecahkan telor dan masukkan ke wajan, kacaukan bersama bumbu-bumbu yang ditumis di atas. Tambahkan sosi dan teri, tumis sampai semua tercampur. :)
  • Setelah bumbu dan lauk dilihat cukup tercampur, masukkan bihun yang telah direbus dan ditiriskan tadi. Baurkan dengan bahan-bahan sebelumnya.
  • Masukkan air matang perlahan-lahan, aduk lagi bahan-bahan. Takaran air yang dimasukkan sih aku nggak pernah pakai ukuran khusus, ya dilihat saja apakah cukup untuk mencampurkan bihun dan bumbu-bumbu. Guna air adalah biar masakan nggak gosong.
  • Tambahkan Masako dan kecap manis (atau bumbu penyedap lain sesuai selera, atau kalau nggak mau pakai penyedap, bisa kok diganti garam, sesuai selera aja. Bumbu penyedap juga nggak perlu banyak-banyak).
  • Aduk lagi untuk meratakan semua bahan. Ketika bihun sudah berwarna kecokelatan merata, cicipi sedikit untuk memastikan rasanya. Hasil masakanku sih rasanya gurih gituu.
Gimana, nggak susah kan yaa? Hehehe, selamat mencobaa! ^ ^


Saturday, July 12, 2014

Omelet Mi

Resep sederhana di kala lapar melanda dan hanya tersedia bahan makanan ala kadarnya di kulkas. ^ ^

Siapkan: 



pic from here
1 bungkus Indomie goreng

pic from here

1 butir telur ayam


pic from here

1 batang daun bawang.


Air secukupnya.
Mentega atau minyak goreng secukupnya.

Cara membuat:
  • Rebus air secukupnya untuk memasak mi instan. Saat air sudah mendidih, masukkan mi instan (tanpa bumbunya) dan tunggu sampai mi matang. Aduk sesekali untuk mengetahui tingkat kematangan mi.
  • Sembari menunggu mi matang, potong tipis-tipis daun bawang. Ketipisan sesuai selera, tetapi sebaiknya tidak terlalu tebal.
  • Angkat dan tiriskan mi yang sudah matang, masukkan ke wadah. Lalu campurkan daun bawang, bumbu mi instan, dan juga telur ayam.
  • Aduk mi instan dan bahan-bahan hingga semua tercampur merata. 
  • Siapkan penggorengan. Panaskan mentega atau minyak goreng, lalu tuangkan adonan mi instan tadi. Tekan-tekan mi bagian atas saat menggoreng, untuk mempercepat kematangan adonan bagian bawah.
  • Setelah dirasa adonan bawah sudah matang (balik sedikit dengan sudip untuk memeriksanya), balikkan adonan untuk mematangkan adonan bagian atas.
  • Tadaa, omelet mi sudah selesai dan beginilah hasilnya:

Biasanya saya membuatnya tanpa daun bawang, tetapi ketika tadi ada bahan tersebut di dalam kulkas, saya coba iseng menambahkannya dan terbukti rasanya semakin sedap! Cobain, deh, murah meriah cocok untuk anak kos. Hehehe. :D