Thanks to Chei dan Mput yang karena ide gila slash busuk slash
seru mereka di grup Line jadi cikal bakal ide penulisan suka-suka ini. Right, aku pengin membahas masalah “comfort zone”, zona nyaman. Bagiku,
zona nyaman ini bisa dimaknai macam-macam. Bisa tempat tertentu, suasana
tertentu, atau bahkan orang-orang tertentu yang bikin kita merasa nyaman.
Istilahnya, pas lagi jenuh dan stuck,
aku bakal langsung lari ke comfort zone-ku
itu. Dan setelah aku sendiri yang mengajukan ide untuk membahas comfort zone, aku jadi
mengingat-ingat... lho kok rasanya aku nggak punya tempat khusus sih sebagai
pelarian? Hehe, well not necessary
nggak punya siih, tapi aku merasa aku ini manusia random yang suka susah
ditebak apa maunya. But I guess, I have
some comfort zone(s), kok....
Di dalam bioskop
Yep, aku suka nonton meski nggak rutin. Dulu awal-awal pindah di Jakarta malah aku semacam menjadwalkan sebulan sekali kudu nonton di bioskop. Tapi lama-lama rutinitas itu pun bergeser, hehe. Kenapa aku merasa nyaman di dalam bioskop, aku ingat kok pernah menuliskan alasannya. Di dalam bioskop, aku serasa memasuki dunia lain, menonton kehidupan orang lain dan menanggalkan kehidupanku sendiri dengan segala permasalahannya. #galaumode ^^ Bayangkan ketika lampu studio mulai dimatikan, layar semakin melebar, dan adegan demi adegan film mulai berputar. Seluruh pikiran akan berpusat kepada film yang sedang ditayangkan, dan syukur-syukur kalau film-nya bagus dan sangat bisa dinikmati. Aku tertawa, merenung, menangis, bangga mengingat kejayaan, atau bahkan putus asa... aku bebas mengekspresikannya di dalam studio bioskop. Kehidupan orang lainlah yang kutertawakan atau kutangisi, namun sejatinya diriku sendirilah yang sedang meluapkan keresahan di dalam batinku. Itulah alasan kenapa bioskop adalah salah satu zona nyamanku, karena di sana aku menanggalkan diriku yang biasanya rikuh diperhatikan orang lain, dan bebas menjadi siapa saja seturut peran yang ditawarkan di dalam film. :)
Berada di Antara
Pernah bepergian jauh? Aku
sering. Dan hal yang sering kunikmati saat sedang bepergian jauh adalah saat di
dalam kendaraan; yaitu kereta api dan pesawat terbang. Aku menyebutnya masa “di
antara”. Dua moda transportasi itulah yang sering kugunakan kala bepergian
jauh. Kebiasaanku kala berada di dalam pesawat terbang adalah aku gampang
banget tertidur. Setelah asyik sendiri memandangi awan yang serasa dekat,
membaca-baca buku atau inflight magazine,
entah kenapa tak lama kemudian aku akan jatuh tertidur pulas. Dan bisa kukatakan,
tidur di dalam pesawat terbang meskipun hanya sebentar—rekor terbang terlamaku
paling-paling hanya lima jam—tetap merupakan tidur yang berkualitas.
Bangun-bangun rasanya segeeer gitu. Sederhana mungkin ya, tidur. Namun,
terkadang tidur berkualitas menjadi hal yang mahal buatku. Aku sering mengalami
gejala tindihan atau sleep paralysis
(saat mau tidur tiba-tiba tubuh terasa kaku dan terkunci, dan kepala sakit luar
biasa) yang sering membuatku takut untuk memejam mata lagi. Atau, aku sering
akhirnya tidur dengan kepala berat karena usai menuntaskan pekerjaan. Makanya,
kubilang rasanya nyaman sekali ketika di dalam pesawat terbang dengan perasaan
aman meskipun terombang-ambing udara, aku ternyata bisa tertidur pulas dan
bangun-bangun rasanya segar. :)
Lalu, di kereta api. Ada apa yang menarik di dalamnya? Yah, perjalanan di kereta api umumnya lama, sering kulakukan ketika dari Jakarta hendak pulang ke Surabaya atau sebaliknya, dan minimal 12 jam. Di dalam kereta, yang aku sukai, aku memiliki waktu untuk diriku sendiri... melamun. Melamun bisa dilakukan kapan saja memang, tetapi sensasinya beda ketika di dalam kereta. Karena untuk waktu yang sekian lama tidak ada yang bisa kamu lakukan selain menunggu kereta tiba di tujuan. Lamunan dan pikiranmu yang melayang tidak terdistraksi hal lain. Sering juga aku menyelinginya dengan chatting di telepon pintar atau membaca buku, tetapi waktu di dalam kereta lebih banyak kuhabiskan dengan mempersilakan pikiranku berkelana. Dan aku menikmatinya. It’s like having a me-time, especially with my heart and brain. ^^
Abroad Solo Traveling
Aku suka melakukan perjalanan ke
luar negeri dan sendiri. Bagiku, justru keluyuran sendiri itu terasa nyaman.
Dan bedanya kalau di luar negeri, seringnya tak ada yang bisa kuandalkan selain
diriku sendiri (dan Tuhan tentunya). Misalnya, saat empat hari aku berada di
Filipina, tidak ada teman perjalanan saat berangkat, tidak ada teman yang bisa
ditemui di sana. Saat-saat itulah aku benar-benar merasa menjadi penguasa atas
hidupku. Aku bebas menentukan mau ngapain, pergi ke mana saja, serta melakukan
apa saja. Aku nggak perlu meragukan apakah keputusanku salah di mata orang
lain, hal yang sering kali membuatku jengah sendiri karena aku sering nggak
percaya diri. Aku nggak perlu takut tiba-tiba ketemu orang yang dikenal dan
bertanya “sedang apa?”, “apa kabar sekarang?”, “kerjanya apa?”, karena
kemungkinannya sangaat kecil. Yeah, it’s
like having me-time without distraction from anyone else. I feel comfort about
it. :)
Sebenarnya, jika digali-gali lagi,
ternyata banyak juga hal-hal yang menjadi “comfort
zone”-ku. Sebut saja, cokelat Silver Queen penuh kenangan yang sering
berhasil melunturkan mood jelekku, restoran Steak 21 di Pejaten Village yang
harga menunya terjangkau, wifi-nya kenceng, pelayannya bersahabat sehingga aku
betah berjam-jam kerja atau nge-blog di sana (haha!), atau... yang akhir-akhir
ini kulakukan: chatting di Line
bareng Chei dan Mput (uwuwuwuwuw... they
must be blushing when reading this :p). Yep, meski aku sering menikmati
kesendirian, tetapi tentu bercengkerama bersama teman-teman yang “sealiran”
selalu berhasil menghantarkan rasa nyaman. :)
Kalau kamu, punya comfort zone tertentu nggak? ^ ^
Kalau kamu, punya comfort zone tertentu nggak? ^ ^
Ps: #NgobrolSeru adalah topik obrolan umum nan ringan bersama antara saya, Zelie alias Chei, juga Putri alias Mput yang akhir-akhir ini lagi sering menggila
1 comment:
*lalu nyanyi lagu di antara kalian - d'massiv
Post a Comment