Sunday, December 30, 2012

Cinta Tapi Beda - Resensi Film

CINTA TAPI BEDA



Percintaan dua orang manusia yang berbeda keyakinan masih menjadi isu yang krusial di negara ini. Saya pribadi bukan termasuk orang yang menyetujui hal tersebut, apalagi rumah tangga yang isinya beda agama. Mengapa? Karena menurut saya suatu keyakinan terhadap Tuhan adalah dasar kita menjalani hidup. Jika dalam satu rumah tangga terjadi perbedaan dalam menjalankan keyakinan terhadap Tuhan, akan memengaruhi pula keputusan-keputusan pelik yang akan diambil. Itulah yang membuat saya sering tak habis pikir dengan teman-teman yang ‘memilih’ pasangan beda keyakinan but hei, saya tidak bisa selamanya berpikir senaif itu. Cinta memang memilih, perasaan itu menjatuhkannya pada orang-orang tertentu yang memesona kita dan membuat kita klop. Adakah pertimbangan tentang agama dan asal-usul keluarga di dalamnya? Apakah orang yang terlanjur jatuh cinta bisa mengantisipasi perbedaan-perbedaan pelik yang terjadi? Sebagian bisa, sebagian lagi memilih untuk mengikuti kata hati dengan tetap mencinta. Untuk keduanya, saya tidak berhak menilai apa pun.

Inilah ide dasar yang melandasi ‘Cinta tapi Beda’, film yang saya tonton dua hari lalu. Film yang membuat saya larut dengan adegan-adegan natural dan membumi. Saya suka film yang mencerminkan realita hidup manusia, maka dari itu saya menyukai film ini. Adegan dibuka dengan setting sebuah dapur di restoran terkenal, tempat Cahyo (Reza Nangin) bekerja menjadi chef di sana. Saya langsung jatuh hati melihat adegan masak memasak yang tangkas dan nyata, mulai dari cara mengiris bahan-bahan dengan cekatan, memasak di atas wajan, juga fokus kamera kepada bahan-bahan masakan yang segar. Cahyo dikhianati oleh pacarnya yang selingkuh, yang diperankan oleh Ratu Felisha. Tiga bulan kemudian, tak sengaja ia bertemu Diana (Agni Pratistha) di sebuah pentas tari. Diana adalah seorang penari yang berasal dari Padang dan beragama Katolik. Sementara Cahyo tumbuh besar di lingkungan keluarga santri di Yogyakarta. Mereka berdua menemukan rasa nyaman di diri masing-masing. Nyaman yang menimbulkan rindu untuk selalu bertemu, lalu pelan-pelan tumbuh menjadi sayang. Apakah mereka tidak tahu bahwa mereka ‘berbeda’ ? Mereka tahu, kok. Apakah mereka tidak peduli dengan masalah itu? Mereka peduli, namun mereka lebih memilih peduli dengan perasaan cinta yang semakin tumbuh di hati masing-masing.

Konflik keluarga membayangi hubungan mereka. Cahyo membawa Diana ke kediaman keluarganya di Yogya yang serta merta ditolak orang tuanya karena tahu Diana adalah non muslim. Ibu Diana pun bersikeras tidak merestui hubungan Diana dengan Cahyo, bahkan berencana menikahkan Diana dengan Okta, pemuda yang berasal dari satu gereja yang sama di Padang. Saya suka dialog-dialognya yang tidak berlebihan. Saya larut dalam kesedihan yang nyata yang Cahyo dan Diana tunjukkan karena masalah ini. Kekurangan film ini? Hm, entahlah, saya menyukai film ini karena kesederhanaannya. Kalau kamu mengharap film drama dengan konflik yang membahana, mungkin kamu akan kecewa. Tapi percayalah, jika kamu ingin sebuah tontonan yang membuka mata tentang cinta beda keyakinan, ini adalah jawabannya. Salah satu aspek yang penting yang membangun karakter sebuah film adalah musik-musik yang melatari adegan demi adegan, dan saya menikmati musiknya. Asyik banget!

Selain bintang-bintang muda yang telah saya sebutkan di atas, film ini juga dibintangi beberapa bintang film senior yang semakin memberi jiwa pada film ini. Sebut saja Nungki Kusumastuti, Jajang C Noer, Ayu Diah Pasha, dan Leroy Osmani. Dan setelah film ini, apakah saya beralih menjadi pro pada hubungan berbeda keyakinan? Tidak, karena secara pribadi saya masih menganggap keyakinan kepada Tuhan adalah sebuah visi, dan saya ingin memiliki visi yang sama dengan pasangan saya. Hanya saja, mata saya dicelikkan dan mungkin lebih toleran pada mereka yang mengambil konsekuensi tersebut. :)

Note: film ini disutradarai oleh Hanung Bramantyo dan Hestu Saputra. Masih ingat kan Hanung pernah berhasil mengemas isu perbedaan agama di masyarakat dalam film “?” ya, menurut saya kali ini dia pun berhasil dengan tema besar yang sama, meski kemasannya tidak seberat film tersebut. :)

dinoy

Friday, December 14, 2012

Khaosan Road: Rain and Flo :3


Sial ! Gara-gara mas-mas Thailand tukang ojek itu salah kasi penunjuk jalan, sekarang aku harus balik arah lagi dan naik jembatan penyeberangan ... LAGI! Untuung.. aja tadi pas bayar karcis bis tanya dulu sama pak kondektur, jadi tahu kalo bis yang kunaiki bukan yang ke arah Khaosan. Mana gerimis nya berangsur menderas lagi,, this is my last night in Bangkok, for God’s sake ! Akhirnya aku dengan menenteng tas belanjaan yang lumayan bkin pegel tangan ini, sampai juga dan duduk manis di halte bis di depan National Stadium, nunggu bis 05 ke arah Khaosan. Sabar Dini, sabar .. sebentar lagi aku bakal sampe hostel, mandi air hangat, terus nyari makan deh di sekitar hostel

Excuse me, do you know bus no 05 to Khaosan Road? Is that bus gonna passing this street ?”

Sambil duduk aku mencuri dengar percakapan seorang bule cowok muda yang berdiri cuma beberapa langkah dari tempatku. Oh, rupanya dia sedang bertanya pada salah satu pemuda lokal yang juga nungguin bis. Ha! Mau ke Khaosan juga rupanya… Asyik deh, ada temennya. Dan nggak lama kemudian ada satu bis kota mendekat, aku memicingkan mata untuk memastikan bahwa itu adalah bus yang kutunggu-tunggu. Dan segera aku mengangkat plastik belanjaan yang tadi kuletakkan di bawah di dekat kaki, dan bergabung dengan beberapa orang lain yang menaiki bis itu, termasuk si cowok bule.

Mantep ! Bus nya lagi penuh pula, aku harus pasrah berdiri sambil berpegangan pada kursi di dekat ku. Bis melaju dengan kecepatan standar, dan aku harus mempertahankan kaki ini tetap berdiri pada tempatnya. Si bule yang nggak kebagian tempat duduk, berdiri dengan mimik wajah ragu di dekatku. Sekali lagi dia memastikan kalau bis ini bakal lewat Khaosan, ke kondektur yang sedang menjalankan tugasnya mengumpulkan uang dari para penumpang.
Hehee, si bule ini nggak yakin banget sih bakal sampe Khaosan, pikirku. Ah, aku 
ajak ngobrol aja deh ..

Hey! Are you gonna go to Khaosan Road?” aku bertanya sambil mengibaskan tangan di depan mukanya.
Yes, I am. And you ?” jawabnya, sambil bertanya balik.

Yes, I’m going back to the hostel. Which hostel do you stay?” aku bertanya lagi menyambung percakapan.

“Rainbow Hostel,” jawabnya ramah namun segera membuatku melotot.

What?! I’m staying in that hostel too since last night. I’m in mixed dorm. Are you … “

You are in room number 602??” tanyanya yang lebih tepatnya hanya sekedar mengkonfirmasi. Dan kami kemudian tertawa, menyadari bahwa kami bukan hanya memiliki arah perjalanan yang sama, tapi bahkan hostel dan kamar yang sama ! Luck coincidence !

Kuteruskan obrolan ini, menghiraukan rasa lelah yang didera tubuh, terlebih tangan dan lenganku. Sambil mengobrol, diam-diam aku memperhatikan paras muka si bule yang belakangan kukenal bernama Florian – akrab dipanggil Flo – dan berasal dari Munich, Jerman ini. Cute juga ini bule, dengan kacamata yang bertengger di wajah nya membuatnya berpenampilan nerd nerd gimanaa,, gitu.

“Jadi, kamu masih inget arah jalan ke Khaosan Road?” pertanyaan Flo – dalam bahasa Inggris tentunya – membuyarkan kegiatanku yang diam-diam menelisik wajahnya dan menyadarkan bahwa sebenarnya aku juga nggak inget pasti patokan si jalan Khaosan ini !! Ya gimana mau inget coba, aku baru semalam sampai, baru tadi pagi memulai perjalanan, dan sekarang sudah malam pake acara hujan lumayan deras pula !

Sambil melongok jendela bus, aku menjawabnya dengan mengatakan, sebenernya aku sih agak lupa juga ya …

Flo tergelak, yang menunjukkan bahwa ternyata kami sama-sama nggak tahu harus turun di mana.

Yah Flo, kalau harus nyasar bareng bule secakep kamu mah, saya mau-mau saja, batinku.

Tiba-tiba bis berhenti, tiga bule cewek mendekati kami, oh tepatnya mendekati pintu bus di dekat kami, tapi salah satu nya berhenti di dekat Flo.

This is Khaosan Road,” cewek itu memberi tahu Flo tanpa ditanya. Ah, rupanya dia mendengar percakapan kami, Puji Tuhan … Dan kami bergegas turun. Hujan rupanya masih belum memberi ampun pada kota Bangkok, sehingga kami perlu membuka payung kami masing-masing, dan berjalan menyusuri trotoar. Sembari berjalan pelan dan berusaha mengingat lagi arah ke Rainbow Hostel, kami bercakap-cakap di tengah derasnya hujan. Flo menceritakan tentang traveling nya ke Myanmar dan Laos, sebelum ia tiba di Bangkok untuk mengakhiri rangkaian travelingnya ini. Dari penuturannya aku tahu kalau dia baru saja lulus kuliah jurusan Biologi di salah satu Universitas Science di Munich.

Hadeeeuh, brondong .. brondong bule .. brondong cakeeepp …

Aku sudah membayangkan untuk menyempatkan diri berfoto dengannya saat di hostel, kemudian pamer ke temen-temen di Indonesia, lalu ….

Whoooppss !! tahu-tahu kakiku tergelincir trotoar yang licin dan sedikit tergenang air, aku hampir saja jatuh kalau saja nggak ada tangan yang buru-buru meraih lengan tangan kiriku. Tangan milik Flo. Tubuhku terselamatkan dari mencium trotoar di malam hari, namun muka ini rasanya memanas, malu … dan entah kenapa jantungku tiba-tiba berdetak lebih cepat tepat di saat tangan itu merengkuh lengan tanganku .. Ah, pasti hanya kaget karena mau jatuh, pasti karena itu …

Are you okay, Dini ?” masih dengan memegang tangan kiri dan membantuku berdiri tegak, Flo setengah membungkuk untuk bisa memandang mukaku dengan jelas. Aku? Jangan ditanya, deh. Bukankah tadi kubilang jantungku berdetak lebih cepat dari yang sebelumnya? Sekarang tiba-tiba ada yang ikut bergejolak di perutku.

“Ya … Ya … Nggak apa-apa, kok. Ah, hujan deras begini jalannya jadi banjir, ya,” ujarku mencoba mengalihkan perhatian.

“Well yeah, beberapa hari ini beberapa kota di Thailand juga sedang terendam banjir, bukan?” Flo kembali berdiri tegak dan bukannya melebih-lebihkan, tapi tadi aku sempat melihat gerakan matanya tak beraturan seperti salah tingkah, saat aku balas memandang matanya.

Tangan kiriku bergerak membetulkan peganganku pada beberapa plastik belanjaan, dan tangannya, masih ada disana .. seolah hendak memastikan aku nggak akan jatuh lagi.

Oh here, let me help you,” tahu-tahu dia melepaskan pegangannya, dan sigap mengambil alih membawakan barang bawaanku. Aku menurut saja dalam diam, walau sebenarnya kalau boleh memilih, aku mau tetap membawa barang bawaanku sendiri, tapi tangannya tetap memegangi lenganku. Hahaa, you wish, Dini !
Kami melanjutkan perjalanan dalam diam. Obrolan seru yang tadinya tak ada hentinya, seolah-olah menguap begitu saja. Sebagai gantinya, suara guyuran air hujan yang berisik mengambil alih dan menemani perjalanan kami. Kami menyempatkan diri mampir sebentar di Seven Eleven untuk mengisi perut, dan menanyakan arah jalan. Tak sampai sepuluh menit setelah melanjutkan perjalanan dari Seven Eleven, kami melihat plang besar bertuliskan ‘Rainbow Hostel & Guesthouse’ …

“Akhirnya sampai juga! Nggak sabar nih mau segera mandi air hangat!” tukasku bersemangat.

Aku menoleh pada sosok Flo yang tinggi di sebelah kananku, tiba-tiba dia menghentikan langkahnya, pandangannya tertuju pada televisi yang dipasang di sebuah café yang hanya berjarak dua bangunan dari hostel kami. Ah, siaran bola Liga Inggris rupanya.

“Dini kamu mau langsung balik? Aku mau lihat bola dulu, nih .. “ Flo menyentuh sekilas pundakku, dan entah kenapa dari pandangan matanya dia seolah ingin aku menemaninya.

“Well, nonton bola sebentar apa salahnya, yuk!”
Benar saja, aku lihat dia bersemangat karena aku mau ikut menemani. Aku nggak bisa ingat tim mana yang main, yang jelas salah satunya adalah Liverpool, klub yang jadi jagoannya kakakku. Aku menikmati setiap mimik muka ekspresifnya setiap ada pemain yang melakukan manuver ke dekat gawang. Dia bilang dia nggak jagoin dua-duanya, dia cuma ingin menikmati pertandingan bola nya saja.

Sambil melihat bola, kami melanjutkan obrolan kami .. Dia memaparkan rencananya untuk langsung bekerja sehari setelah dia kembali ke Jerman, dia menceritakan tradisi-tradisi Natal saat di Jerman, suhu minus dan hujan salju yang malah membuat penduduk asyik bermain boneka salju. Dan Flo menanyakan tentang aku, tentang negaraku, tentang pekerjaanku, tentang hobi travelingku. Dan yang paling aku senangi darinya, adalah saat ia bertanya, ia sungguh-sungguh bertanya dan bukan sekadar basa basi. Terlihat dari saat ia menyimak dengan sungguh saat aku menjawab pertanyaannya. Kalau toh dia tiba-tiba tertarik dengan pertandingan bola di tv, dia akan memegang pundakku sejenak, memberi kode untuk berhenti bicara, tapi setelah itu dia akan kembali memintaku melanjutkan penjelasan. Aku suka gesture yang ia berikan, suka penghargaan yang ia tunjukkan karena keberadaanku di dekatnya. Dan begitu saja, tiba-tiba aku merasa nggak rela kalau ia harus berangkat pagi hari esoknya.

Kami sama-sama masuk dorm, berbaur dengan penghuni yang lain, lalu beristirahat ketika tengah malam menjelang. Dia melambai kecil sambil menaiki tangga ranjang susunku. Iya, dia tidur satu bunk bed denganku, tepat di atas kasurku, dan gotcha! Aku baru ingat bahwa pemuda inilah yang membuatku tak bisa tidur semalam gara-gara terlalu banyak tingkah. Sedikit-sedikit membolak balik badannya seperti tak nyaman, hahaa !! Kebetulan? Kebetulan yang manis, menurutku.. ;)

‘Dear Dini, I’m leaving to Germany this morning. Please keep contact and reach me to florian@gmail.com as soon as you reach home. Nice to met you last night, Smile! :)

Pesan itu membuatku tersenyum. Sudah kuduga aku akan kesiangan bangun, nggak sempat mengucapkan salam perpisahan sama Flo, dan mas-mas India resepsionis hostellah yang akhirnya menyampaikannya untukku..

dinoy

Wednesday, December 5, 2012

RUMAH BARUUU!!



Muahahahaa, iyah, saya bikin blog baru (lagi!).. tapi kali ini domainnya selingkuh pake domain sebelah alias wordpress.com. Tapi tenang, blog yang ini tetap ada, kok. Jadi buat apaan lagi bikin blog baru lagi? Bukannya udah punya blog khusus juga tentang traveling? Kebanyakan blog ribet kali ah, Din!

Eits, dengerin dulu! Jadi rumah baru saya di wordpress ini khusus untuk menampung resensi-resensi buku yang pernah saya tulis. Iya, kalau kamu sering baca saya meresensi buku di blog ini, akhirnya saya memutuskan untuk memindahkannya ke rumah sendiri per 26 November 2012. Mau tahu alasan saya?

Pertama, adalah untuk mengapresiasi karya tulis sendiri. Hm, meski menulis resensi menurut saya bukanlah suatu pencapaian yang wah dan orisinil dalam hal penulisan (nggak orisinil banget saya bilang karena menceritakan ulang cerita milik orang lain), tapi tetap saja hal itu nggak mudah. Banyak orang yang biasanya hanya hobi membaca, tapi malas untuk menuliskan resensinya. Dan yang bikin kesal, banyak orang pula yang seenaknya menjiplak resensi yang ditulis orang lain untuk keperluan tertentu. Dan inilah yang saya alami dan membuat jengkel, beberapa kali saya menemukan tulisan resensi saya dijiplak di blog milik orang lain, atau dipakai untuk diikutkan lomba dengan memakai nama orang lain. Maka dari itu saya berpikir, jika orang lain bisa mengapresiasi resensi saya meski dengan cara yang salah, ya saya sendiri juga mau lebih menghargai diri sendiri, dong. Itulah alasan saya membuat blog khusus resensi buku. 

Kedua, saya ingin bergabung dengan Blogger Buku Indonesia. Di wadah ini, biasanya para peresensi buku akan mendaftarkan blognya, dan setiap ada update, BBI akan membantu membagikannya lewat media twitter. Kalau saya mendaftarkan blog ini yang isinya juga random selain resensi buku, kok aneh ya? Hehehe. Makanya saya memutuskan untuk bikin blog sendiri, dan setiap habis memublikasikan satu resensi buku, saya akan mengupdate via twitter dan di-cc ke @BBI_2011

Nah sebenarnya dua alasan utamanya itu, sih. dan alasan kenapa saya memilih wordpress, ya karenaa.. maap-maap ya blogspot, habis kamu suka rewel dan nakal, sih, suka macet kalau lagi posting, atau tampilannya jadi aneh kalau habis copy paste artikel dari Ms. word :(

By the way dari tadi saya belum kasitahu ya alamat rumah resensi buku saya yang baru! Sengaja kok, mwahahahaha!!! *tertawa garing*

Yeap, jadi kalau kamu suka baca buku, terutama fiksi, yuk baca-baca resensiku, kali aja ada yang menarik buat kamu. Klik ini yaaa: www.dinoybooksreview.wordpress.com

Dinoy

Tuesday, December 4, 2012

Web Baru Buat Pecinta Kuliner: Baca Resep Dulu~

Kamu suka masak? Atau,, suka makan dan sesekali pengin coba-coba masak makanan favorit? Ada web baru nih, buat memuaskan hasrat kuliner kamu.. #tsaaah

Jadi beberapa hari lalu, saya mendapat email dari sahabat yang membagikan kalau sekarang ia punya web baru berkaitan dengan kulinari, tepatnya berisi tentang resep-resep masakan. Dan nama webnya adalah: Baca Resep Dulu. Begitu saya mengunjungi web ini, hm.. saya langsung menelan air liur melihat beberapa foto masakan yang menarik hati. Sepertinya lezat sekali ini kalau dicicipin... 

Lalu saya mulai membuka satu per satu.. Konsep webnya jelas, berisi nama berbagai masakan dari berbagai belahan bumi (Indonesia, China, India, Jepang, Prancis, dan Italia) yang dilengkapi dengan tips memasak juga waktu yang dibutuhkan untuk memasak satu jenis makanan. Dan sebelum mulai merincikan bahan-bahan yang diperlukan, biasanya akan diawali dengan prolog mengenai masakan tersebut. Misalnya nih, resep Ayam Kungpao yang didahului dengan nama daerah tempat makanan ini berasal.


Web tentang resep masakan ini dikelola oleh pasangan travel nomad Adam & Susan, yang lebih dulu dikenal dengan travelweb mereka: PergiDulu.com sementara konten-kontennya sendiri diisi oleh Debbzie Leksono yang berpengalaman sebagai chef. 

Jadi kalau kamu suka masak dan pengin menambah koleksi resep dan juga menambah kemampuan memasak, mampir deh ke web ini. Meski baru, tapi kontennya udah lumayan banyak. Soup Seafood, Siomay Bandung, Chicken Cordon Blue, Spaghetti, Ayam Saus Lemon.. you name it lah! Saya beneran ngiler nih kalau nyebutin satu-satu! Yumm!! 

dinoy