Percintaan dua orang manusia yang berbeda
keyakinan masih menjadi isu yang krusial di negara ini. Saya pribadi bukan
termasuk orang yang menyetujui hal tersebut, apalagi rumah tangga yang isinya
beda agama. Mengapa? Karena menurut saya suatu keyakinan terhadap Tuhan adalah
dasar kita menjalani hidup. Jika dalam satu rumah tangga terjadi perbedaan
dalam menjalankan keyakinan terhadap Tuhan, akan memengaruhi pula
keputusan-keputusan pelik yang akan diambil. Itulah yang membuat saya sering
tak habis pikir dengan teman-teman yang ‘memilih’ pasangan beda keyakinan but
hei, saya tidak bisa selamanya berpikir senaif itu. Cinta memang memilih,
perasaan itu menjatuhkannya pada orang-orang tertentu yang memesona kita dan
membuat kita klop. Adakah pertimbangan tentang agama dan asal-usul keluarga di
dalamnya? Apakah orang yang terlanjur jatuh cinta bisa mengantisipasi
perbedaan-perbedaan pelik yang terjadi? Sebagian bisa, sebagian lagi memilih
untuk mengikuti kata hati dengan tetap mencinta. Untuk keduanya, saya tidak
berhak menilai apa pun.
Inilah ide dasar yang melandasi ‘Cinta tapi
Beda’, film yang saya tonton dua hari lalu. Film yang membuat saya larut dengan
adegan-adegan natural dan membumi. Saya suka film yang mencerminkan realita
hidup manusia, maka dari itu saya menyukai film ini. Adegan dibuka dengan
setting sebuah dapur di restoran terkenal, tempat Cahyo (Reza Nangin) bekerja menjadi
chef di sana. Saya langsung jatuh hati melihat adegan masak memasak yang
tangkas dan nyata, mulai dari cara mengiris bahan-bahan dengan cekatan, memasak
di atas wajan, juga fokus kamera kepada bahan-bahan masakan yang segar. Cahyo
dikhianati oleh pacarnya yang selingkuh, yang diperankan oleh Ratu Felisha.
Tiga bulan kemudian, tak sengaja ia bertemu Diana (Agni Pratistha) di sebuah
pentas tari. Diana adalah seorang penari yang berasal dari Padang dan beragama
Katolik. Sementara Cahyo tumbuh besar di lingkungan keluarga santri di
Yogyakarta. Mereka berdua menemukan rasa nyaman di diri masing-masing. Nyaman
yang menimbulkan rindu untuk selalu bertemu, lalu pelan-pelan tumbuh menjadi
sayang. Apakah mereka tidak tahu bahwa mereka ‘berbeda’ ? Mereka tahu, kok.
Apakah mereka tidak peduli dengan masalah itu? Mereka peduli, namun mereka
lebih memilih peduli dengan perasaan cinta yang semakin tumbuh di hati
masing-masing.
Konflik keluarga membayangi hubungan mereka.
Cahyo membawa Diana ke kediaman keluarganya di Yogya yang serta merta ditolak orang
tuanya karena tahu Diana adalah non muslim. Ibu Diana pun bersikeras tidak
merestui hubungan Diana dengan Cahyo, bahkan berencana menikahkan Diana dengan
Okta, pemuda yang berasal dari satu gereja yang sama di Padang. Saya suka
dialog-dialognya yang tidak berlebihan. Saya larut dalam kesedihan yang nyata
yang Cahyo dan Diana tunjukkan karena masalah ini. Kekurangan film ini? Hm,
entahlah, saya menyukai film ini karena kesederhanaannya. Kalau kamu mengharap
film drama dengan konflik yang membahana, mungkin kamu akan kecewa. Tapi
percayalah, jika kamu ingin sebuah tontonan yang membuka mata tentang cinta
beda keyakinan, ini adalah jawabannya. Salah satu aspek yang penting yang
membangun karakter sebuah film adalah musik-musik yang melatari adegan demi
adegan, dan saya menikmati musiknya. Asyik banget!
Selain bintang-bintang muda yang telah saya
sebutkan di atas, film ini juga dibintangi beberapa bintang film senior yang
semakin memberi jiwa pada film ini. Sebut saja Nungki Kusumastuti, Jajang C
Noer, Ayu Diah Pasha, dan Leroy Osmani. Dan setelah film ini, apakah saya
beralih menjadi pro pada hubungan berbeda keyakinan? Tidak, karena secara
pribadi saya masih menganggap keyakinan kepada Tuhan adalah sebuah visi, dan
saya ingin memiliki visi yang sama dengan pasangan saya. Hanya saja, mata saya
dicelikkan dan mungkin lebih toleran pada mereka yang mengambil konsekuensi
tersebut. :)
Note: film ini disutradarai oleh Hanung
Bramantyo dan Hestu Saputra. Masih ingat kan Hanung pernah berhasil mengemas
isu perbedaan agama di masyarakat dalam film “?” ya, menurut saya kali ini dia
pun berhasil dengan tema besar yang sama, meski kemasannya tidak seberat film
tersebut. :)
dinoy
1 comment:
perbedaan saling melengkapi dan menjadi satu tujuan
ibarat sandal ,diantara sandal itu tidak ada yang sama .Tetapi perbedaan keduanya dapat menjadi sempurna dan satu tujuan
Post a Comment