Lia membicarakan AIDS seolah-olah ini bukanlah hal yang tabu dan menjijikkan. Ya, penyakit yang bersumber dari virus HIV ini sudah pasti punya pandangan yang sangat negatif di negara kita. Pengidapnya hampir pasti dicap sebagai pendosa kelas kakap, karena umumnya penyakit ini diderita oleh para pelacur, atau mereka yang menggunakan jasa pelacur. Tapi ternyata AIDS pun bisa menyerang Eri, seorang dokter gigi muda yang cantik, pintar, dan tentunya dikenal memiliki reputasi yang baik. Biasanya, adalah suatu anugerah buat cewek-cewek kalau ketemu dengan cowok cakep berpenampilan eksekutif muda (well, at least that's for me^^), tapi buat Eri awal pertemuannya dengan cowok Korea bernama Ji Hwan adalah suatu petaka dalam hidupnya.
Andai Eri bisa memutar waktu, andai Eri menyanggupi penolakan Ji Hwan untuk ditangani olehnya dan mengabaikan saja kode etik dokter yang mengharuskan untuk sesegera mungkin merawat pasien yang terluka, mungkin Eri nggak perlu tertohok dengan kenyataan bahwa dirinya mengidap penyakit AIDS. Tapi toh hidup terus berjalan, kan? Sekuat apapun usaha Eri menolak, dia tetap tidak bisa menyingkirkan virus HIV itu dari tubuhnya. Dan apa rasanya menerima kenyataan pahit, ditempat yang bukan negara kita, dan nggak bersama orang-orang dekat kita?
Korea Selatan. Negara yang sangat disukai Eri ini malah menghantarkan berita buruk bagi hidupnya. Kembali ke Indonesia dan tetap beraktivitas seperti biasa juga tidak memberi jawaban bagi Eri, hatinya malah diliputi ketakutan akan menyakiti (menulari) orang-orang disekitarnya. Eri tidak membagi masalahnya pada siapapun, tidak juga pada Fre yang selama ini menjadi orang terdekatnya, alih-alih Eri malah pergi lagi ke Seoul dan mendatangi pangkal masalahnya: Ji Hwan. Eri beranggapan hanya Ji Hwan yang layak dekat dengan dia, toh karena Ji Hwan ia terkena AIDS, kan? Petualangan demi petualangan Eri alami di Seoul, ia berusaha untuk berhenti meratapi penyakitnya dan belajar untuk lebih menikmati hari-harinya. Toh kalau memang usia dihidupnya menjadi lebih pendek karena AIDS, ia harus bisa mencecap setiap rasa di sisa hidupnya, kan? Tinggal bersama Ji Hwan juga membuat Eri lebih bisa menilai pemuda yang dikenal angkuh itu, juga mendeteksi sikap kekanakan dibalik kearoganan Ji Hwan (entah kenapa yang terbayang di benak saya adalah Tao Ming Tse sebagai pembanding Ji Hwan,haha!).
Hubungan yang aneh antara Eri dan Ji Hwan lama-lama menjadi keterbiasaan yang menimbulkan perasaan cinta. Bagi Ji Hwan, Eri adalah calon istrinya, sesuai ikrarnya sendiri untuk menikahi wanita yang 'menyentuh' nya. Bagi Eri, Ji Hwan adalah satu-satunya orang yang boleh ia 'andalkan', karena Eri nggak mau melibatkan (baca:menulari) lebih banyak orang dalam masalahnya. Tapi bagi Kwon Woo, sahabat Ji Hwan yang mengetahui rahasia Ji Hwan, hubungan keduanya tidak masuk akal dan harus dihentikan jika memang AIDS adalah satu-satunya alasan dalam percintaan mereka.
Apa rasanya menghidupi penyakit yang mematikan ? Apa rasanya menjadi tersangka, padahal selama ini Eri merasa ia adalah korbannya? Cerita ini nggak tertebak. Sampai pertengahan bab kita terus dibuat percaya kalau Eri cuma korban yang tertular HIV-AIDS dari Ji Hwan, sampai kemudian kita melanjutkan membaca terus dan terkejut akan kenyataan yang lain. Dan jangan khawatir, meski menceritakan AIDS, tapi novel ini nggak melulu sedih kok, jadi nggak akan membosankan juga. Keep reading and you'll shock with how Lia drives you to the unpredictable story.. :)
'Menikah denganku berarti kau juga menikah dengan virus ini... menikah dengan AIDS' (page 271)
~dinoy~
2 comments:
Mbaknyaaa...Sebelumnya makasih bangnet udah mau bikin buku yang ngebahas tentang HIV-AIDS...
:)
Jadi salah satu cara buat kami untuk menerjemahkan kalo bahkan dengan HIV..Masih banget cinta didunia... :)
MAsalahnya di Jogja aku udah ngga bisa nemuin buku ini...padahal aku pengen punya...Gimana Dooong.. :'-(
halo bella,ini novel lama dan bkn aku yg nulis tp temenku. kyknya bs pesen ma dia,kontak dia di FB:Lia Indra Andriana atau twitter: @sayaquavi coba,ya! :)
Post a Comment