Friday, October 5, 2012

Seujar ‘Selamat Tinggal’ di Petak Sembilan

cast: @harry_mdj & @duwdr

“Kita berbeda, mas, aku ndak bisa ..”

Harry menghela napas panjang, sambil memandang wajah Ulfa, gadis yang disayanginya.

“Kita ini sama-sama manusia, Ul, semua pasti masih bisa diusahakan kalau kita mau. Kamu mau, kan?” tanya Harry perlahan.

“Mas ..” Ulfa meneliti paras muka pemuda yang dicintainya itu.

“Kalau aku ndak mau, aku ndak akan menerima kamu dari awal. Aku juga sayang banget sama kamu, tapi kita udah terlalu lama mengusahakan ini. Tapi, jalannya ndak pernah bisa gampang selama kita masih tetap menjadi diri kita yang sekarang ini,” ujar Ulfa pelan, berusaha untuk nggak menyakiti perasaan Harry.

Lagi, Harry mengela napas. Sorot matanya yang sendu terus menelisik paras ayu gadisnya.

“Kita bicarakan lagi nanti, sekarang kita jalan dulu yuk, temani aku membeli kue bulan untuk acara keluargaku.”

Lalu mereka berdua berdiri dan mulai melangkah. Menyibak keramaian kawasan Petak Sembilan di siang hari yang gerah itu. Harry dan Ulfa menyisiri jalanan panjang nan kecil yang diisi oleh pedagang pakaian, kepingan dvd bajakan film dan lagu mandarin, juga aneka jajanan yang terutama moon cake, kue khas dari China.
Di suatu sudut mereka berhenti, Harry mulai memilih-milih kue bulan pesanan ibundanya.


“Kamu paling suka yang rasa apa, mas?” tanya Ulfa dengan nada ceria saat Harry meneliti kue-kue terbaik yang dijajakan di satu toko. Di atas toko itu tertulis merk andalan kue bulan tersebut: Sin Hap Hoat.

“Ketan hitam rasanya enak banget. Kamu udah pernah coba belum?“ pertanyaan Harry disambut dengan gelengan kepala oleh gadis kurus itu.

“Kalau gitu kamu perlu cobain satu, aku bungkusin buat kamu yang rasa ketan hitam. Kamu pasti suka!”

“Silakan Ko, moon cakenya. Jangan lupa lain kali mampir lagi ya, sama noniknya juga!” seorang ibu berkulit putih dan bermata sipit menyerahkan bungkusan kue bulan yang dibeli Harry.

“Hahaha! Gimana toh ibu itu, masak kulit jawa begini dibilang ‘nonik’!” Ulfa berseru geli meresponi perkataan penjaga toko tadi. Mereka sudah berjalan meninggalkan toko moon cake.

“Hehehe, mukamu tuh agak kecinaan!” balas Harry sambil menggenggam tangan Ulfa.

“Mas, aku laper, aku mau makan toge goreng itu, ya,” kata Ulfa di tengah perjalanan. Harry melihat jam di pergelangan tangannya.


“Oh, kamu aku tinggal sebentar nggak apa? Aku mau sembahyang dulu di Vihara gang depan situ,” Harry menunjuk ke  depan, ke arah sebuah gang dengan aksara mandarin tertulis di atasnya. Ulfa mengangguk. “Aku tunggu di sini, ya.”

Mereka berpisah sejenak. Sembari berjalan Harry terus memikirkan tentang hubungan keduanya. Sudah dua tahun mereka berpacaran, dengan identitas yang berbeda yang melekat pada diri mereka. Harry lahir dan dibesarkan di keluarga peranakan China, sementara Ulfa adalah gadis Jawa yang berasal dari Semarang. Ulfa merayakan Idul Fitri, Harry khusuk bersembahyang di Candi Borobudur kala Waisak tiba. Perbedaan yang mereka sadari sedari awal, namun tak membuat mereka berhenti saling mencintai. Tapi setengah tahun belakangan, orang tua Ulfa mendesak untuk dia mencari pasangan yang seiman. Keluarga Harry, meski tidak bisa dibilang kolot, namun lebih menginginkan anaknya bersanding dengan wanita peranakan China pula. Lambat laun perbedaan itu mau tak mau menjadi masalah krusial di antara keduanya. Hari ini, di Petak Sembilan, mereka sepakat untuk mengambil keputusan akan hubungan mereka, dan mencari jalan keluar.


Setengah jam kemudian

“Udah selesai, mas?” Ulfa melihat Harry menghampirinya di tempat ia makan toge goreng.

“Udah,” jawab Harry tersenyum, “gimana toge gorengnya? Enak? Udah kenyang, belum?”

“Wueeeenak, mas! Ini baru pertama aku makan toge goreng. Seger dan ngenyangin! Kapan-kapan mau lagi, ah!” Keduanya lantas tergelak. Lalu sejurus kemudian tawa mereka terhenti dan mereka saling menatap.

“Mas, masalah yang tadi, aku …” Ulfa menggantung kalimatnya.

“Iya, aku tahu, Ul. Kamu benar, kita nggak bisa.” Kali ini Harry mengatakannya dengan wajah lebih tenang. Tadi selama berdoa ia telah menimbang masalah mereka matang-matang. Sepertinya, hanya ada satu jalan keluar terbaik untuk masalah mereka berdua. Ulfa menelan ludah mendengar perkataan kekasihnya.



“Kamu ndak apa apa, mas?” ujar Ulfa kembali memastikan. 

Harry tersenyum, Ulfa merasa lega. 

Walau berat, akhirnya keputusan tetap harus diambil. Mereka berpisah. Di Petak Sembilan. 


Just a flash fiction, not a true story
inspired by a trip to Petak Sembilan at Sept 20th, 2012 with @monyetterbang, @harry_mdj, @callmematheo, @duwdr, @reitoku
dinoy

No comments: