………..
…..
..
Saya memegang dada secara spontan. Turun dari
boncengan motor ojek, mata saya disambut pemandangan padatnya antrian manusia
di Stasiun Kereta Api Pasar Senen. Melirik jam di pergelangan tangan kiri, saya lega
saya tidak terlambat, bahkan tepat saju jam sebelum jadwal keberangkatan kereta
api Gumarang, yang akan membawa saya ke Surabaya malam ini. Tangan kanan saya
beralih mengusap peluh di dahi, yang dihasilkan dari berpanas ria di jalanan
Jakarta yang hari ini macet luar biasa. Mendekati puncak arus mudik lebaran,
begitu berita yang saya baca di portal berita yang memperkirakan hari
ini jalanan Jakarta akan lebih macet lagi dari biasanya. Dan memang perkiraan
itu benar. Sepanjang Fatmawati – Mampang - Kuningan – Cikini yang dilalui sekitar satu
jam, indera penglihatan saya disuguhkan semerawutnya kendaraan bermotor yang
memadati sepanjang jalan itu. Untungnya, bapak Ojek dengan keahliannya mengemudi
motor mampu melihat celah-celah jalanan hingga mengantar saya stampai di stasiun
ini dan jauh dari kata terlambat.
Setelah bertanya ke dua orang petugas yang
berbeda, akhirnya saya memasuki ruang tunggu bagian dalam stasiun. Sistem peron
stasiun saat ini sudah menyerupai mekanisme boarding di bandar udara. Tidak
boleh masuk begitu saja ke ruang tunggu bagian dalam sebelum dipanggil sesuai
nama keretanya, dan tiketpun diperiksa disesuaikan dengan kartu identitas.
Sebenarnya ini merupakan suatu kemajuan, meski akhirnya perlu waktu yang lebih
lama dan tampak kurang praktis.
Saya duduk di salah satu kursi dan meletakkan
tas punggung lima puluh liter saya di dekat kaki. Mengedarkan pandangan ke
sekeliling, dan tampaklah ruang tunggu sudah dipenuhi oleh manusia-manusia megapolitan
yang hendak menjumpai lagi kota-kota di mana mereka berasal sesungguhnya.
Wajah-wajah menunggu yang terlihat rindu, senyum ramah terpancar dari ibu di
sebelah, yang saya ketahui berasal dari Bekasi.
“Lho kenapa nggak ke stasiun Bekasi saja, bu,
kan kereta Gumarang lewat sana juga?” tanya saya sopan.
“Kalau di Bekasi, keretanya cuma berhenti sebentar
mbak, nggak bisa diprediksi juga waktu persis kedatangannya. Daripada ambil
risiko, mending datang ke sini saja langsung. Lebih baik menunggu daripada
terlambat,” jawabannya saya sambut senyum sambil menganggukkan kepala tanda
setuju.
Detik selanjutnya saya lalu sibuk dengan kamera
saku di genggaman tangan kanan. Barang yang akhirnya saya beli satu minggu
lalu, demi keinginan saya untuk mengabadikan momen di sekitar saya dan mencoba
menjadikannya ide untuk dituliskan dalam rangkaian kalimat.
Lebih baik menunggu
daripada terlambat.
Kalimat ini sungguh sangat tidak asing. Papa
sering mengucapkannya untuk mengingatkan saya setiap hendak bepergian ke tempat
jauh. Seperti tadi sore, papa menelepon untuk memastikan saya sudah berangkat
menuju stasiun. Sayangnya saya tidak tahu kalau beliau berusaha menghubungi,
karena telepon genggam ada di tas dan saya sedang berjibaku dengan kemacetan di
Jakarta. Saya balas meneleponnya sesaat saya sampai di stasiun. Beliau mengatakan
akan menjemput saya esok pagi, lalu mengakhiri pembicaraan setelah menyampaikan
doa selamat di perjalanan.
Kereta itu datang
Saya membopong tas punggung dan mendekatkan tas
tangan pada bahu kanan. Ketika rangkaian gerbong kereta benar-benar berhenti,
saya menaikinya dan segera mencari nomer kursi saya. Perjalanan tiga belas jam
saya menuju kota kelahiran akan segera dimulai. Perjalanan menuju rumah.
Perjalanan menjemput rindu. Tersenyum singkat pada pemuda di sebelah, lalu
kami sibuk dengan aktivitas masing-masing tanpa perlu mengobrol. Dia dan
telepon genggamnya, saya dengan buku yang saya pilih sebagai peneman. Kereta
berjalan, kenangan berputar. Saya tergelak. Sudah sekitar satu tahun lebih
sejak saya menggunakan jasa kereta api untuk jarak jauh. Terakhir, saat acara
pernikahan kakak saya Juni tahun lalu, di Madiun. Dulu saya rutin menggunakan
Gumarang untuk pulang, namun semenjak tiket pesawat terbang menjadi lebih mudah
dan murah dibeli, saya pun beralih. Dan romantisme belasan jam di dalam kereta
pun perlahan terlupa, kini saya siap mengulanginya lagi.
…..
Agustus 2006
Ini bukan cerita yang menyenangkan, biar saya
memberitahumu terlebih dahulu. Selepas acara pernikahan kakak pertama di Yogyakarta,
saya, papa, mama, bersama kedua kakak laki-laki saya lainnya dan kakak ipar
serta keponakan saya yang masih berumur dua tahun kurang, menumpangi kereta api kelas ekonomi
kembali menuju Surabaya. Perjalanan sekitar delapan jam saat itu berjalan
lancar, kami tiba di Surabaya dengan selamat semuanya. Lalu? Lalu seminggu
kemudian mama saya meninggal. Kecelakaan motor, koma selama tiga hari, dan
beliaupun pergi menuju tempat keabadian. :(
Saat itu saya tertegun. Saya teringat apa yang
melintas di pikiran saya saat masih berada di dalam kereta. Duduk di
sebelahnya, wanita yang saya sayangi sepenuh hati, ini adalah perjalanan terakhirmu bersamanya .. mendadak ada
pemikiran seperti itu yang muncul.
Saya menggelengkan kepala kuat-kuat sambil
membaca buku tentang perjalanan, seolah mengulang gelengan kepala saya enam
tahun lampau di dalam kereta itu. Saya menolak datangnya pemikiran aneh itu.
Saya tak sudi mengamininya, walau ternyata belakangan saya ketahui itu semacam
peringatan dini. Ah, tak tahulah, umur manusia ada di tangan Tuhan dan saya tak
mau lancang.
Mereka terlelap, benak
saya berwisata ke masa lampau.
Juli 2008
Setelah menjalani wawancara sebulan sebelumnya,
saya akhirnya diterima di sebuah portal berita yang berkantor di Jakarta. Akhirnya,
keinginan saya untuk meninggalkan Surabaya terjawab. Bukan apa-apa, saya bosan
berada di kota itu dan ingin berkembang. Tiga belas Juli tahun dua ribu
delapan, saya dan papa menumpangi kereta yang sama dengan yang saya tumpangi
saat ini, bedanya adalah rute yang berkebalikan. Dari Surabaya, papa ikut
mengantarkan saya hijrah ke Jakarta. Membawa tas besar berisi banyak baju dan
perlengkapan sehari-hari seperlunya. Beliau adalah pria jagoan saya. Tanpa
banyak bicara, beliau selalu menjawab kebutuhan saya. Sering memarahi ketika
saya khilaf, namun tak mendendam. Dan di dalam perjalanan darat belasan jam
waktu itu, beliau memberikan jatah kursinya untuk saya bisa tidur
menyelonjorkan kaki, sementara beliau sendiri tidur di bawah beralaskan kertas koran.
Saya rindu beliau, dan beliaulah alasan utama saya kembali berada di kereta seperti
saat ini. :)
Saya melongok jendela.
Sudah semakin larut namun saya belum mengantuk.
Paris adalah kota yang
romantis. Hampir di setiap sudut jalanan didapati sepasang kekasih yang
bergenggaman erat maupun berpelukan.
Urai buku yang saya baca tentang perjalanan di Eropa.
Romantis. Satu kata yang mengingatkan saya akan cerita yang manis di dalam kereta, ya setidaknya untuk saat itu …
Desember 2008
Pria itu bernama Daniel. Dia sahabat saya.
Bersama dia saya melalui hari-hari bosan saya di kantor baru dengan mengobrol
via layanan percakapan maya. Sesekali kami berjanji untuk pergi bersama, nonton
film terbaru atau sekadar makan malam dan ngobrol. Saya sudah mengenalnya sejak
di dunia kampus. Walau berbeda fakultas, namun kami berada di dalam satu
organisasi tingkat universitas sehingga sering bertemu. Dan semakin dekat saat
saya berada di kota yang sama dengannya, Jakarta. Kami sengaja melakukan
perjalanan bersama karena hendak mendatangi acara fakultas masing-masing yang
kebetulan diselenggarakan di tanggal yang sama. Dia pria yang menyenangkan. Lucu,
cerdas, dan telaten mendengarkan celotehan saya.
Di dalam kereta itu kami tertawa akan banyak
hal. Berdiskusi seru mengenai rupa-rupa masalah. Lalu menyerah kalah pada
kantuk dan sama-sama mendengarkan alunan musik dari playernya. Ia membagi salah satu alat pendengaran dengan saya, dan saya duduk
merapat padanya untuk bisa mengenakan alat itu. Ia memejamkan mata dan menyandarkan
kepalanya di bahu kiri saya. Saya tersenyum.
Diakah kekasih saya? Andai saja. Semuanya
berubah saat saya mengutarakan perasaan padanya, beberapa bulan sejak itu. Dia
mengambil jarak, hati saya terpatahkan. Anti klimaks, ya?
Ah, saya mengantuk.
..
…..
Pagi menjelang. Kereta tiba di tujuan terakhir. Saya menemuinya di pintu keluar, lalu mencium pipinya melepas rindu. Papa saya. :)
tiket kereta saya
dinoy
dalam perjalanan Jakarta - Surabaya, 15 - 16 Agustus 2012
:)
No comments:
Post a Comment