Thursday, August 30, 2012

Membaca Novel Korea



“Itu aku juga dapet dari temenku kok, kalau nggak dikasi gratis juga nggak beli … Aku nggak yang terlalu suka sama novel Korea, sih,” tuturku saat salah seorang teman menanyakan rekomendasi tentang novel Korea terjemahan yang sudah aku baca, “tapi ternyata isi ceritanya memang bagus, menarik,” lanjutku. ‘So, I Married the-Antifan’ adalah judul novel Korea –yang tentunya sudah diterjemahkan ke bahasa Indonesia – yang pertama kali kubaca. Seperti yang sudah kubilang, aku mendapatkannya secara cuma-cuma dari salah seorang kawan. Aku memang bukan penggemar cerita Korea. Aku seringkali skeptis dengan novel terjemahan, karena beberapa kali mendapati terjemahannya kaku dan tidak enak dibaca. Mending baca novel Indonesia aja deh, pikirku.

Tapi memang menutup diri untuk hal-hal baru bukanlah sesuatu yang baik. Mumpung diberi gratis, ya dibaca lah, dan memang beneran menarik. Secara obyektif, aku suka dengan cerita-cerita yang disuguhkan di novel ‘So, I Married the-Antifan’ ini. Konflik yang menggemaskan, adegan-adegan yang membuat kening berkerut-kerut, lalu diselipi dengan hal-hal romantisme yang tak terduga. Membuatku akhirnya tidak kapok untuk membaca novel-novel Korea lainnya.

‘My Name is Kim Sam Soon’, lalu ‘My Boyfriend’s Wedding Dress’, adalah dua novel Korea terjemahan yang selanjutnya kulalap habis. Tenggelam dalam cerita-cerita yang unik, tersenyum geli untuk adegan-adegan yang menggemaskan, lalu berandai-andai sendiri saat tiba di adegan roman. Well, cerita Korea punya kekhasannya sendiri. Aku tidak hendak menguraikannya, karena tidak terlalu ahli dalam hal tersebut. Tapi setidaknya, aku bisa menyimpulkan menurut tiga novel Korea yang sudah kubaca.



Cerita yang agak klise tentang cowok-cewek yang baru kenal namun lantas ‘mengikrarkan’ diri untuk menjadi sepasang musuh, terjebak dalam perjalanan hidup yang membuat mereka masing-masing saling menilai diri, lalu jatuh cinta satu sama lain. Kalau membaca rentetan cerita seperti itu sih, sekilas tampaknya membosankan, yah. Tapi alur cerita yang baik lah yang membuat pembaca mampu bertahan dan menimbulkan rasa kepenasaran untuk terus membacanya. Apalagi deskripsi tokoh pria yang –khususnya untuk para wanita- langsung melambungkan angan pada aktor-aktor Korea nan tampan. Tokoh wanitanya sendiri pun digambarkan tidak jauh dari kehidupan sehari-hari. Bukan cewek yang  hampir sempurna dengan wajah cantik dan tubuh proporsional, namun benar-benar cewek biasa. Dengan banyak sifat-sifat minus yang membuat si tokoh utama cewek sering terlibat dalam masalah, namun lantas dipertemukan dengan pria tampan. Gimana nggak mupeng, tuh? Hahaa …

Dan seperti keskeptisanku akan novel terjemahan yang tadi kubilang, kadang-kadang aku juga menemukan terjemahan yang nggak smooth di novel Korea. Jadi kesel sendiri kalau udah tiba di bagian itu, karena jadi nggak bisa menikmati. Tapi kalau udah kayak gitu, bersabar aja sih dan terus membaca, karena biasanya nggak terlalu banyak, kok. Apalagi kalau sudah tiba di bagian cerita yang membuatku mengetahui sedikit-banyak tentang budaya Korea, menarik, tuh. Tentang bahasa, tempat-tempat menarik, kesopanan, atau cara pria memperlakukan wanita menurut etika di sana. Ya, pada akhirnya jadi menemukan hal lain juga selain kepuasan membaca cerita roman.




Jadi menurutku sih, membaca novel Korea nggak kalah asyiknya dengan menonton langsung film Korea. Iya, aku juga bukan penggemar film-film Korea kok, tapi ya pernah lah menonton beberapa kali, hehee .. :)








dinoy

No comments: