Sunday, August 21, 2011

Resensi Heart Block-novel by Okke 'Sepatu Merah'

Ini kali kedua saya membaca novel milik Okke (Sepatu Merah), yang pertama berjudul 'Indonesian Idle', cerita tentang Diandra si kutu loncat, cewek cuek yang menganggap simple hidupnya di Jakarta. Kali ini tokoh sentral di Heart Block diberi nama Senja, yang menurut saya karakternya hampir sama dengan Diandra: cewek cuek dan cenderung asal-asalan (saya mulai menduga bahwa ini adalah karakter si penulis sendiri^^). Heart Block mengangkat isu tentang Writters' Block: Masalah yang dihadapi para penulis saat mengalami kebuntuan ide sementara deadline di depan mata. 

Cerita diawali dengan Senja yang memengangkan penghargaan 'Pendatang Baru Terbaik' di Festival Penulis Indonesia untuk karyanya yang berjudul 'Omnibus'. Beban dirasakan Senja sejak memperoleh penghargaan tersebut, beban untuk bisa menghasilkan karya yang lebih 'wah' dari Omnibus. Tekanan semakin meningkat saat Senja mengikuti pelatihan di 'Sekolah Menulis Kreatif' sebagai hadiah untuk semua nominee Pendatang Baru Terbaik. Di pelatihan ini, nantinya akan dipilih satu orang yang karya nya bakal diterbitkan oleh Penerbit kelas kakap. Sayangnya, karya Senja bukanlah yang terpilih. Menjadi pemenang di festival ternyata bukan jaminan jalannya sebagai penulis akan mulus.... 

Disinilah kemudian Tasya hadir sebagai 'pahlawan' bagi Senja. Tasya adalah kakak tiri Senja yang memiliki pergaulan luas di Jakarta. Karena Tasya, Senja tak perlu menganggur terlalu lama sebagai penulis. Proyek demi proyek berdatangan bagi Senja, namun tak satupun dari proyek menulis itu yang murni berdasarkan ide dan inspirasi dari Senja sendiri. Sebut saja proyek menulis teenlit yang ujung-ujung nya mengiklankan brand sepatu, atau proyek adaptasi skenario film. Kritik demi kritik berdatangan pada Senja, dari para penggemar Omnibus. Semua membandingkan Omnibus dengan karya-karya terbaru Senja yang dibilang terlalu biasa dan tak sebanding dengan Omnibus. Tasya yang tadinya adalah pahlawan bagi Senja, berubah menjadi manusia maha ganggu. Di tangan Tasya, profesi penulis yang seharusnya lebih punya banyak waktu untuk mencari inspirasi dan menulis, malah tak ubahnya artis kapiran yang haus publisitas dan harus ikut road show di sana sini. Senja sebal bukan main, puncaknya saat Tasya sering tanpa ijin menyetujui order pekerjaan untuknya, termasuk proyek menulis dalam 40 hari. 

Di puncak kekesalannya, Senja memutuskan untuk pergi berlibur ke Ubud, Bali, dengan harapan disana ia akan lebih fokus mencari ide dan menulis. Keputusan ini memang tidak sia-sia, karena banyak kejutan yang ia dapat selama disana, dan kejutan itu bermuara pada satu nama: Genta. Genta yang keren, Genta yang asyik, Genta yang pelukis. Genta yang 'lancang' mencium bibir Senja, tapi justru Genta yang menimbulkan efek candu bagi Senja. Dengan kehadiran Genta, ide demi ide berdatangan bagi Senja. Tapi karena Genta juga, Senja mengaburkan logika nya dan membiarkan dirinya larut dalam perasaan, ah, apa namanya, Cinta ?? Mungkin saja, Senja nggak mau ambil pusing, yang penting dia bisa merasa bebas bersama Genta. 

Jujur di awal membaca novel ini, saya merasa penulis agak maksa dengan konsep Writers' block. Setahu saya, writers' block seharusnya dialami oleh penulis yang sudah profesional yang sudah menghasilkan banyak karya, bukannya penulis pendatang baru. Tapi ternyata Okke sengaja membahas dari sudut pandang yang berbeda, tentang penulis baru yang masih kaya akan idealisme, yang ternyata harus menerima kenyataan kalau dunia nya nggak semudah itu. Penggambaran konflik nya cukup simple tapi oke. Dengan rating 3 dari 5, saya rasa novel ini juga layak untuk dinikmati.. ^^

~dinoy~

No comments:

Post a Comment